Tuesday, December 25, 2018

Story Of 3075 Mdpl (Part 3)


Celoteh Kata Gua




Cerita sebelumnya...👉👉👉 [Part 2]
 
Dilempar Batu

Menuju perjalanan turun dari Puncak Ciremai kami mengalami peristiwa yang misterius. Jam 17.30, Tepat setelah Pos Pesanggrahan perjalanan kami ‘diganggu’ oleh lemparan sebuah benda seperti batu dari arah depan. Saat itu teman  gua, Tanto yang berada di paling depan tiba-tiba langsung berhenti sejenak untuk melihat arah lemparan itu, namun kami tidak melihat orang ataupun hewan yang melemparkan benda tersebut ke arah kami.

Mengetahui tidak ada seorang pendaki atau hewan pun yang lewat di depan, kami melanjutkan perjalanan turun. Tidak sampai 100 meter perjalanan kami terhenti lagi dan kejadian serupa terulang lagi, tapi kali ini lemparannya semakin banyak dan mengenai Tanto yang berada di paling depan.

Tidak pakai pikir panjang dan melihat sekeliling, dengan sedikit berteriak Tanto langsung memanggil ‘ranger’ kami bang Kumis. Bang kumis yang sejak turun dari puncak menjadi sweeper kami di belakang langsung berjalan ke depan, dan Tanto langsung menceritakan kejadian aneh tersebut. Sejak saat itu posisi paling depan diambil alih oleh bang kumis.

Waktu magrib tiba, kami berhenti sejenak untuk beristirahat, mempersiapkan senter dan minum beberapa teguk air. Kok bisa dapat air? Sewaktu di puncak kami mengambil air di gua wallet untuk persediaan turun. Saat berhenti bang kumis mem’brefing’ kami, dia bilang:

“jika nanti melewati pos/shelter ucapkan salam, ’assalamualaikum’ ”

Gua anak kecil yang masih polos mau ga mau harus mengikuti perintahnya karna dia kan orang yang sering bolak balik kesini (Gn Ciremai). Dan gua mau pengen turun ke basecamp dengan selamat!.

Abis magrib kami melanjutkan perjalanan, kami langsung mengambil posisi untuk terus rapat supaya tidak ada orang yang tertinggal dan tersesat.
Jika kita melakukan perjalanan di malam hari posisi rapat antar setiap orang memang sangat di rekomendasikan untuk meminimalisir tertinggal dan tersesat di dalam hutan. Sampai saat ini ilmu itu terus gua pakai setiap mendaki pada malam hari. Namun perjalanan mendaki pada malam hari tidak dianjurkan untuk pendaki pemula.


Setelah berjalan kurang lebih satu jam, kami tiba disebuah shelter dan kami mengucapkan salam untuk melewatinya. Saat mengucapkan salam, bulu kudukku langsung berdiri, terasa seperti ada yang mengucapkan salam balik. Padahal di shelter tersebut suasananya  sepi dan sunyi yang ada hanya suara jejak langkah kami menginjak dedaunan di atas tanah.

Pohon Tumbang

Mendekati pos 4 yang mana merupakan pos tempat kami mendirikan tenda. Bang kumis berinisiatif untuk mencari kayu atau ranting yang jatuh, untuk dijadikan kayu bakar. Gua dan teman-teman juga ikut mencari kayu/ranting untuk dibawa ke tenda. Dimana sinar senter yang kami bawa sudah mulai meredup cahayanya.

Iyaa, gua malem-malem cari kayu bakar di dalam hutan yang masih ada populasi ‘maung’ nya. Gila ga tuh..

Usai mendapatkan beberapa kayu dan ranting, kami melanjutkan perjalanan. Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara,

“kre kre ke ke kek…bug” suara pohon tumbang.

Mendengar suara itu kami pun berhenti sejenak untuk melihat pohon sebelah mana yang tumbang. Setelah mengarahkan senter ke arah suara, dan kami tidak melihat apa-apa, kami pun melanjutkan perjalanan.

Tidak jauh dari tempat berhenti kami yang  tadi, Tiba-tiba terdengar suara pohon tumbang kembali dan kali ini dekat dengan kami!. Gua langsung mengambil ancang-ancang untuk lari jika pohon yang jatuh tepat kearah gua berdiri. Benar saja, pohon itu jatuh tepat beberapa meter dari jalur pendakian yang gua lintasi



Aneh, kenapa pohon tersebut bisa tumbang? Padahal tidak ada angin, hujan atau apalah itu yang dapat menggoyangkan pohon tersebut sampai tumbang. Dan itu terjadi setelah kami mencari kayu/ranting tadi.

Beda orang, beda pemikiran, setelah mendengar pohon tumbang di dekat kami, bang kumis malah mencari kayu tersebut. Buat apa? Buat dijadikan kayu bakar!
Benar saja setelah mencari beberapa saat, bang kumis mendapatkan kayu tersebut. Ukurannya tidak terlalu besar kurang lebih sebesar pipa paralon besar dan panjangnya sekitar 2 meter. Saat menemukan kayu tersebut bang kumis menyuruh gua dan teman-teman untuk mengangkatnya. Gua kira berat karna ukurannya yang lumayan besar, tapi ternyata enteng banget bro, cukup 2 orang untuk mengangkat kayu tersebut.

Lanjut kami melanjutkan perjalanan, setelah berjalan kurang lebih 10 menit kami tiba di pos 4. Gua langsung ‘ngedeprok’ di tanah karena sudah capek banget dan juga lapar

Setibanya di basecamp, teman-teman yang tidak ikut ke puncak telah memasak dan menyajikan makan malam untuk kami. Dan yang paling wajib ketika sampai di basecamp adalah menyeduh kopi!.

Tidak menunggu lama gua langsung mencari posisi enak untuk menyantap makanan yang sudah disajikan. Selepas makan malam gua langsung mendekati api unggun yang sudah menyala untuk memberikan kehangatan di malam yang dingin kala itu. Tentu saja kayu yang dipakai merupakan kayu tumbang misterius itu.

Para Wanita Tangguh

Di saat kami sedang bercerita sambil meminum kopi panas, tiba-tiba ada rombongan pendaki lain datang. Rombongan pendaki tersebut hendak turun ke pos palutungan,  rombongan pendaki itu adalah para perempuan tangguh yang menembus hutan di kegelapan malam.

Para pendaki perempuan itu pun istirahat di tenda kami sambil kami menyajikan kopi dan the hangat. Usut punya usut ternyata para pendaki perempuan itu berasal dari mapala UNJ yang sedang mencoba jalur lintas, naik dari Linggar Jati turun di Palutungan.

Pantas saja mereka tidak takut jalan di kegelapan malam, menerobos belantara hutan. Mental para pendaki perempuan itu tidaklah lemah, mereka terus jalan tanpa kenal takut apa yang ada dihadapannya.

Setelah menghabiskan segelas kopi dan teh, para pendaki wanita itu langsung melanjutkan perjalanan turun ke pos Palutungan. Selepas mereka pergi, gua langsung menuju dalam tenda imut yang menjadi hotel mewah untuk beristirahat.

Jejak Harimau

Pagi harinya, teman-teman sudah bercekrama di depan tenda untuk memasak sarapan pagi. Gua pun terbangun gara-gara tenda sebelah menyalakan mp3 lagu iwan fals dan teman yang ada di dalam tenda itu bernyanyi dengan suara fals nya. Hahahaa


Tidak lama kemudian gua keluar tenda untuk menikmati udara pagi di dalam hutan. Sinar matahari menembus disela-sela rimbunya daun pepohonan, kondisi itu langsung gua manfaatkan untuk berjemur mencari kehangatan. Pagi itu merupakan hari terhangat yang pernah gua rasakan selama tiga hari pendakian.
Sambil menikmati teh hangat, gua memasak Indomie goreng untuk sarapan pagi, kenapa ga makan nasi? Karena gua pada waktu itu banyak membawa Indomie dari pada nasi Hahahaha. (maklum masih noob)


Sembari gua dan teman-teman makan, beberapa teman dari Cirebon mulai membereskan flysheet dan juga tenda.  Karena pagi itu kita sudah harus turun menuju pos palutungan. Sehabis sarapan, gua dan teman-teman juga langsung membongkar tenda dan melakukan packing.

Setelah semua rombongan kami makan sarapan dan selesai packing, Kami berkumpul dan berdoa untuk perjalanan turun ke pos palutungan. 

Jam menunjukkan pukul 10.00. Perjalanan turun dimulai, baru beberapa meter berjalan, kami menemukan jejak harimau yang letaknya tidak jauh dari tenda kami. Jejak itu terceplak di atas tanah becek seusai hujan kemarin, jejak itu juga terlihat masih baru dan besarnya setelapak tangan orang dewasa. 

Sedikit informasi bahwa di Taman nasional Gunung Ciremai, memang masih ada habitat harimau jawa. Jadi bagi teman-teman yang ingin mendaki Gunung Ciremai harap berhati-hati.

Tidak lama melihat jejak harimau itu, kami melanjutkan perjalanan. Di perjalanan turun ini gua dan rombongan tidak melewati jalan semak-semak seperti di awal pendakian, tapi kami mengikuti jalur resmi pendakian palutungan.

Yang gua rasakan pada saat itu, jalur resmi pendakian palutungan ternyata lebih mudah untuk pemula, karena treknya landai dan tidak banyak tanjakannya. Dan mendakati lereng gunung treknya sudah di dominasi oleh jejak ban motor trail (saat itu).

Pulang

Setelah berjalan sekitar 4 jam, kami tiba di basecamp palutungan. Iyak basecamp, bukan pos registrasi palutungan, karena pada waktu itu kita naik lewat jalur tidak resmi alias jalur masyarakat setempat. Jadi mau ga mau ketika mendekati pos registrasi kami turunnya lewat jalur para petani

Di basecamp palutungan gua istrahat menunggu angkot charteran. Di sela-sela mengunggu gua melihat-lihat souvenir gunung ciremai, mulai dari stiker, emblem, kaos, gelang, gantungan kunci, dll. Dan gua membeli stiker Taman Nasional Gunung Ciremai. Mungkin dengan cara membeli souvenir tersebut kita dapat membantu perekonomian masyarakat di lereng gunung ciremai.

Sekitar satu jam menunggu angkot carteran pun datang, gua langsung bersiap untuk kembali ke kampus STIKOM. Sesampainya di kampus, gua dan teman-teman dari Bekasi menyempatkan dulu untuk mandi dan berganti pakaian, tidak lupa sambil ngopi-ngopi.

Waktu perpisahan pun tiba, setelah gua dan teman-teman mandi dan berganti pakaian saat itu pula kami yang dari Bekasi berpamitan dengan Bang Kumis dan teman-teman dari mapala STIKOM Cirebon. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada mereka yang telah menemani, membantu gua dan teman-teman untuk menggapai puncak tertinggi Jawa Barat. Gua pun sadar di atas sana bang kumis dkk telah banyak membantu mulai dari kaki gua keram, menyiapkan makanan, mengambil air, dll. Gua pribadi sangat berterima kasih kepada mereka semua.

Akhirnya gua dan teman-teman pun pulang ke Bekasi dengan selamat, dan sampai di rumah masing-masing.

The End
Previous Post
Next Post

0 comments:

Tulis komentar yang baik-baik, supaya komentar Anda bermanfaat bagi banyak orang. Terima Kasih :)