Celoteh Kata Gua
Dilempar Batu
Menuju perjalanan
turun dari Puncak Ciremai kami mengalami peristiwa yang misterius. Jam 17.30, Tepat
setelah Pos Pesanggrahan perjalanan kami ‘diganggu’ oleh lemparan sebuah benda
seperti batu dari arah depan. Saat itu teman
gua, Tanto yang berada di paling depan tiba-tiba langsung berhenti
sejenak untuk melihat arah lemparan itu, namun kami tidak melihat orang ataupun
hewan yang melemparkan benda tersebut ke arah kami.
Mengetahui tidak
ada seorang pendaki atau hewan pun yang lewat di depan, kami melanjutkan
perjalanan turun. Tidak sampai 100 meter perjalanan kami terhenti lagi dan
kejadian serupa terulang lagi, tapi kali ini lemparannya semakin banyak dan
mengenai Tanto yang berada di paling depan.
Tidak pakai pikir
panjang dan melihat sekeliling, dengan sedikit berteriak Tanto langsung
memanggil ‘ranger’ kami bang Kumis. Bang kumis yang sejak turun dari puncak
menjadi sweeper kami di belakang langsung berjalan ke depan, dan Tanto langsung
menceritakan kejadian aneh tersebut. Sejak saat itu posisi paling depan diambil
alih oleh bang kumis.
Waktu magrib tiba,
kami berhenti sejenak untuk beristirahat, mempersiapkan senter dan minum
beberapa teguk air. Kok bisa dapat air? Sewaktu di puncak kami mengambil air di
gua wallet untuk persediaan turun. Saat berhenti bang kumis mem’brefing’ kami,
dia bilang:
“jika nanti
melewati pos/shelter ucapkan salam, ’assalamualaikum’ ”
Gua anak kecil yang
masih polos mau ga mau harus mengikuti perintahnya karna dia kan orang yang sering
bolak balik kesini (Gn Ciremai). Dan gua mau pengen turun ke basecamp dengan selamat!.
Abis magrib kami
melanjutkan perjalanan, kami langsung mengambil posisi untuk terus rapat supaya
tidak ada orang yang tertinggal dan tersesat.
Jika kita melakukan
perjalanan di malam hari posisi rapat antar setiap orang memang sangat di
rekomendasikan untuk meminimalisir tertinggal dan tersesat di dalam hutan.
Sampai saat ini ilmu itu terus gua pakai setiap mendaki pada malam hari. Namun
perjalanan mendaki pada malam hari tidak dianjurkan untuk pendaki pemula.
Setelah berjalan
kurang lebih satu jam, kami tiba disebuah shelter dan kami mengucapkan salam
untuk melewatinya. Saat mengucapkan salam, bulu kudukku langsung berdiri,
terasa seperti ada yang mengucapkan salam balik. Padahal di shelter tersebut
suasananya sepi dan sunyi yang ada hanya
suara jejak langkah kami menginjak dedaunan di atas tanah.
Pohon Tumbang
Mendekati pos 4
yang mana merupakan pos tempat kami mendirikan tenda. Bang kumis berinisiatif
untuk mencari kayu atau ranting yang jatuh, untuk dijadikan kayu bakar. Gua dan
teman-teman juga ikut mencari kayu/ranting untuk dibawa ke tenda. Dimana sinar
senter yang kami bawa sudah mulai meredup cahayanya.
Iyaa, gua
malem-malem cari kayu bakar di dalam hutan yang masih ada populasi ‘maung’ nya.
Gila ga tuh..
Usai mendapatkan
beberapa kayu dan ranting, kami melanjutkan perjalanan. Tiba-tiba dari kejauhan
terdengar suara,
“kre kre ke ke
kek…bug” suara pohon tumbang.
Mendengar suara itu
kami pun berhenti sejenak untuk melihat pohon sebelah mana yang tumbang.
Setelah mengarahkan senter ke arah suara, dan kami tidak melihat apa-apa, kami
pun melanjutkan perjalanan.
Tidak jauh dari
tempat berhenti kami yang tadi, Tiba-tiba
terdengar suara pohon tumbang kembali dan kali ini dekat dengan kami!. Gua
langsung mengambil ancang-ancang untuk lari jika pohon yang jatuh tepat kearah
gua berdiri. Benar saja, pohon itu jatuh tepat beberapa meter dari jalur pendakian
yang gua lintasi
Aneh, kenapa pohon
tersebut bisa tumbang? Padahal tidak ada angin, hujan atau apalah itu yang
dapat menggoyangkan pohon tersebut sampai tumbang. Dan itu terjadi setelah kami
mencari kayu/ranting tadi.
Beda orang, beda pemikiran,
setelah mendengar pohon tumbang di dekat kami, bang kumis malah mencari kayu
tersebut. Buat apa? Buat dijadikan kayu bakar!
Benar saja setelah
mencari beberapa saat, bang kumis mendapatkan kayu tersebut. Ukurannya tidak
terlalu besar kurang lebih sebesar pipa paralon besar dan panjangnya sekitar 2
meter. Saat menemukan kayu tersebut bang kumis menyuruh gua dan teman-teman untuk
mengangkatnya. Gua kira berat karna ukurannya yang lumayan besar, tapi ternyata
enteng banget bro, cukup 2 orang untuk mengangkat kayu tersebut.
Lanjut kami
melanjutkan perjalanan, setelah berjalan kurang lebih 10 menit kami tiba di pos
4. Gua langsung ‘ngedeprok’ di tanah karena sudah capek banget dan juga lapar
Setibanya di
basecamp, teman-teman yang tidak ikut ke puncak telah memasak dan menyajikan
makan malam untuk kami. Dan yang paling wajib ketika sampai di basecamp adalah
menyeduh kopi!.
Tidak menunggu lama
gua langsung mencari posisi enak untuk menyantap makanan yang sudah disajikan.
Selepas makan malam gua langsung mendekati api unggun yang sudah menyala untuk
memberikan kehangatan di malam yang dingin kala itu. Tentu saja kayu yang
dipakai merupakan kayu tumbang misterius itu.
Para Wanita Tangguh
Di saat kami sedang
bercerita sambil meminum kopi panas, tiba-tiba ada rombongan pendaki lain datang.
Rombongan pendaki tersebut hendak turun ke pos palutungan, rombongan pendaki itu adalah para perempuan
tangguh yang menembus hutan di kegelapan malam.
Para pendaki
perempuan itu pun istirahat di tenda kami sambil kami menyajikan kopi dan the hangat.
Usut punya usut ternyata para pendaki perempuan itu berasal dari mapala UNJ yang
sedang mencoba jalur lintas, naik dari Linggar Jati turun di Palutungan.
Pantas saja mereka
tidak takut jalan di kegelapan malam, menerobos belantara hutan. Mental para
pendaki perempuan itu tidaklah lemah, mereka terus jalan tanpa kenal takut apa
yang ada dihadapannya.
Setelah
menghabiskan segelas kopi dan teh, para pendaki wanita itu langsung melanjutkan
perjalanan turun ke pos Palutungan. Selepas mereka pergi, gua langsung menuju
dalam tenda imut yang menjadi hotel mewah untuk beristirahat.
Jejak Harimau
Pagi harinya,
teman-teman sudah bercekrama di depan tenda untuk memasak sarapan pagi. Gua pun
terbangun gara-gara tenda sebelah menyalakan mp3 lagu iwan fals dan teman yang
ada di dalam tenda itu bernyanyi dengan suara fals nya. Hahahaa
Tidak lama kemudian
gua keluar tenda untuk menikmati udara pagi di dalam hutan. Sinar matahari
menembus disela-sela rimbunya daun pepohonan, kondisi itu langsung gua
manfaatkan untuk berjemur mencari kehangatan. Pagi itu merupakan hari terhangat
yang pernah gua rasakan selama tiga hari pendakian.
Sambil menikmati teh
hangat, gua memasak Indomie goreng untuk sarapan pagi, kenapa ga makan nasi? Karena
gua pada waktu itu banyak membawa Indomie dari pada nasi Hahahaha. (maklum
masih noob)
Sembari gua dan
teman-teman makan, beberapa teman dari Cirebon mulai membereskan flysheet dan
juga tenda. Karena pagi itu kita sudah
harus turun menuju pos palutungan. Sehabis sarapan, gua dan teman-teman juga
langsung membongkar tenda dan melakukan packing.
Setelah semua
rombongan kami makan sarapan dan selesai packing, Kami berkumpul dan berdoa
untuk perjalanan turun ke pos palutungan.
Jam menunjukkan
pukul 10.00. Perjalanan turun dimulai, baru beberapa meter berjalan, kami
menemukan jejak harimau yang letaknya tidak jauh dari tenda kami. Jejak itu
terceplak di atas tanah becek seusai hujan kemarin, jejak itu juga terlihat
masih baru dan besarnya setelapak tangan orang dewasa.
Sedikit informasi
bahwa di Taman nasional Gunung Ciremai, memang masih ada habitat harimau jawa.
Jadi bagi teman-teman yang ingin mendaki Gunung Ciremai harap berhati-hati.
Tidak lama melihat
jejak harimau itu, kami melanjutkan perjalanan. Di perjalanan turun ini gua dan
rombongan tidak melewati jalan semak-semak seperti di awal pendakian, tapi kami
mengikuti jalur resmi pendakian palutungan.
Yang gua rasakan
pada saat itu, jalur resmi pendakian palutungan ternyata lebih mudah untuk
pemula, karena treknya landai dan tidak banyak tanjakannya. Dan mendakati
lereng gunung treknya sudah di dominasi oleh jejak ban motor trail (saat itu).
Pulang
Setelah berjalan
sekitar 4 jam, kami tiba di basecamp palutungan. Iyak basecamp, bukan pos
registrasi palutungan, karena pada waktu itu kita naik lewat jalur tidak resmi
alias jalur masyarakat setempat. Jadi mau ga mau ketika mendekati pos
registrasi kami turunnya lewat jalur para petani
Di basecamp
palutungan gua istrahat menunggu angkot charteran. Di sela-sela mengunggu gua
melihat-lihat souvenir gunung ciremai, mulai dari stiker, emblem, kaos, gelang,
gantungan kunci, dll. Dan gua membeli stiker Taman Nasional Gunung Ciremai.
Mungkin dengan cara membeli souvenir tersebut kita dapat membantu perekonomian
masyarakat di lereng gunung ciremai.
Sekitar satu jam menunggu angkot
carteran pun datang, gua langsung bersiap untuk kembali ke kampus STIKOM. Sesampainya
di kampus, gua dan teman-teman dari Bekasi menyempatkan dulu untuk mandi dan
berganti pakaian, tidak lupa sambil ngopi-ngopi.
Waktu perpisahan
pun tiba, setelah gua dan teman-teman mandi dan berganti pakaian saat itu pula
kami yang dari Bekasi berpamitan dengan Bang Kumis dan teman-teman dari mapala
STIKOM Cirebon. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada mereka yang telah
menemani, membantu gua dan teman-teman untuk menggapai puncak tertinggi Jawa
Barat. Gua pun sadar di atas sana bang kumis dkk telah banyak membantu mulai
dari kaki gua keram, menyiapkan makanan, mengambil air, dll. Gua pribadi sangat
berterima kasih kepada mereka semua.
Akhirnya gua dan
teman-teman pun pulang ke Bekasi dengan selamat, dan sampai di rumah masing-masing.
The End