Celoteh Kata Gua
Summit Attack!
Cerita Sebelumnya... [Part 1]
Pelawangan Sembalun – Puncak 3726 Mpdl
Angin malam
berbisik kepada pepohonan bangunkan gua jam 00.30 dini hari. Alarm ternyata
lupa gua set jadi tidak berbunyi. Seharusnya kami bangun tepat jam 00.00 untuk
memulai memasak dan menyiapkan pendakian ke puncak Rinjani. Perlengkapan dan
Peralatan yang harus kalian bawa ketika menuju puncak cukup banyak, mulai dari
Jaket Tebal, Sarung Tangan, Kupluk, Masker, Gaithers (Pelindung Sepatu agar
pasir tidak masuk), Trek Pole (bisa 1 atau 2).
Trek menuju
puncak Rinjani sangat-sangat terbuka jadi kalian akan diterpa angin malam yang
kencang di atas. Logistik juga sangat penting di pendakian menuju puncak,
cemilan dan air yang sangat banyak diperlukan jika teman-teman ingin sampai ke
puncak naik dan turun. Waktu tempuh dari Pelawangan Sembalun – Puncak jika
pendaki normal 5-7 jam.
Setelah
selesai menyiapkan perbekalan dan gua sempat makan sedikit kacang hijau yang
dicampur purwaceng untuk menambah energi di malam yang dingin ini. Jam 01.30
gua dan tim mulai berdoa, kemudian berjalan menuju puncak trek dari Pelawangan
Sembalun ini masih landai. Sampai kami tiba
pohon-pohon tinggi treknya sudah mulai berdebu dan kami berjalan
diantara akar-akar pohon.
Selepas itu
dibatas vegetasi trek berubah menjadi berbatu dan berpasir yang lumayan dalam
untuk dipijak. Langkah gua semakin berat menyusuri trek pasirnya semakin dalam
untuk dilewati. Akhirnya gua sampai disebuah puncak punggungan dinding kawah
yang menjadi tempat istirahat pendaki setelah melewati trek berpasir.
Dari shelter
ini perjalanan didominasi trek yang landai dan berpasir padat, tapi sesekali
ada trek berpasir dalam. Jika kalian udah sampai di batu besar trek sebenarnya
ada di depan sana. Jalurnya berubah kemiringan yang sangat drastis bebatuan
yang lumayan besar mendominasi trek ini, untuk melewati trek ini kalian harus
punya semangat dan cemilan yang banyak. Sama seperti semeru batu disini mudah
bergerak jadi teman-teman harus pintar-pintar memilih pijakan. Banyak pendaki
yang menyerah ketika sampai di trek ini. Karena energi mereka sudah terkuras
habis di trek berpasir tadi, jadi menurut gua sih manajemen energi perlu kalian
perhatikan, jangan terlalu diporsir ketika melawati trek berpasir.
Di tengah
perjalanan matahari pagi mulai mengintip dibalik awan, gua terdiam sejenak
sambil menikmati sunrise di trek puncak gunung rinjani. Menangis sekaligus
berdoa karena Ciptaan-Nya begitu sangat indah dipandang mata.
Setelah puas
menikmati pemandangan itu, gua langsung bergegas lanjut kembali, oiyaa pada
saat perjalanan menuju puncak gua berjalan berdua dengan Daffa setelah dari
batu besar karena teman-teman yang lain masih istirahat. Gua ingin mengejar
bang Doni yang sudah di depan duluan dan jaraknya lumayan cukup jauh.
Namun
tiba-tiba egoism dalam diri gua bergejolak, Daffa yang meminta istrahat cukup
lama di trek gua tinggal untuk mengejar bang Doni yang sedang istirahat dicelah
kawah yang sedikit lagi sampai puncak. Tepat pukul 08.00 WIT gua dan Bang Doni
berhasil sampai di Top Rinjani 3726 Mdpl. Gua pun tersenyum lebar begitu sampai
di salah satu puncak tertinggi Indonesia, keinginan dan perjalanan jauh gua pun
akhirnya tercapai.
Di puncak
tidak lupa habiskan waktu foto-foto sambil menunggu teman-teman yang ada di
belakang. Cukup lama gua dan Bang Doni menunggu di puncak bahkan kami sempat
makan cemilan cukup banyak yang kami bawa dari Pelawangan Sembalun. Sekitar
menunggu 30 menit akhirnya Daffa dan Sisca sampai juga di puncak. Sayangnya
Bang Jai dan Mba Nisa tidak mampu melanjutkan perjalanan mereka memilih putar
badan kembali ke Pelawangan Sembalun, tapi ketua tim kami melanjutkan ke puncak
dan bertemu kami sekitar jam 9.30.
Kamipun
sempat berfoto bersama-sama di puncak dengan memegang sebuah banner open trip.
Namun setelah itu gua, Bang Doni dan Daffa memutuskan untuk turun dari puncak
karena sudah terlalu siang dan memang gua tidak terlalu suka berlama-lama di
atas puncak, panas matahari sudah tidak bersahabat lagi.
Di
perjalanan turun ada kejadian yang cukup membuat gua keringat dingin. Pada saat
gua dan Daffa jalan bersama, tiba-tiba Daffa meminta buang air besar di trek
berpasir. Karena di trek berpasir itu cukup terbuka dan banyak cabangnya, gua
sama Daffa berjalan ke kanan yang masih ada pohon-pohon. Setelah mengikuti aliran
pasir yang menuju ke bawah dan menemukan tempat yang cocok, Daffa pun
melaksanakan tugasnya. Tapi disitu gua baru sadar bahwa kalau trek yang gua
lewati menjauh dari Pelawangan Sembalun.
Gua mulai
panik pada saat itu sepertinya gua salah memilih trek untuk turun. Gua sempat
ingin kembali ke atas lagi namun gua sudah sangat lelah dan memilih untuk
memanjat sebuah gundukan pasir. Begitu sampai atas akhirnya gua bisa melihar
trek yang benar menuju Pelawangan Sembalun meski banyak cabang, namun jalur menuju
kesana cukup jelas.
Akhirnya Jam
12.30 gua sampai di tenda, gua langsung lepas sepatu, minum air yang banyak dan
memakan cemilan yang ada. Karena masih menunggu teman-teman yang lain turun gua
sempat tidur sebentar di dalam tenda, karena badan gua sudah lelah sekali. 30
menit kemudian teman-teman yang lain sampai di tenda.
Tiba-tiba
pas gua bangun ada masalah baru, porter gua ternyata penyakitnya kambuh. Dia
juuga bilang kemungkinan tidak bisa melanjutkan perjalanan ke Danau Segara
Anak.
“Waduuhh,
bisa ga jadi turun ke danau segara anak nih” ucap gua dalam hati.
Tapi porter
gua berusaha menghubungi temannya untuk menggantikan dia mengantar kami ke
Segara Anak. Iyaa.. di pelawangan sembalun ada sinyal, khusus operator tertentu
dan ponsel yang digunakan masih Nokia batangan. Namun usaha itu pun gagal tidak
ada temannya yang mau menggantikan dia menemani kami. Akhirnya Ketua Tim
memutuskan untuk kami berjalan sendiri ke Segara Anak tanpa ditemani porter.
Pelawangan Sembalun – Danau Segara Anak
Jam 14.30, selesai melipat tenda dan packing logistic untuk
perjalanan turun serta membagi barang-barang bawaan kami melanjutkan ke Danau
Segara Anak. Di perjalanan ini gua merasa beban keril gua tidak berkurang sama
sekali padahal seharusnya gua hanya membawa perlengkapan pribadi saja ketika
perjalanan turun. Tapi keadaan berkata tidak demikian, gua harus membawa
beberapa perlengkapan tenda ke dalam keril gua.
Untuk turun ke Segara Anak ada sebuah jalan kecil sebelum
bukit arah turun ke trek pintu sembalun, mungkin porter yang membawa kalian
jika ke Rinjani sudah hapal jalan tersebut. Trek melipirnya dinding tebing
kawah Pelawangan Sembalun dan sangat-sangat sempit, jika kita berpasasan dengan
porter kita harus mengalah dan memberi jalan kepada mereka terlebih dahulu.
Trek di dominasi batu-batuan besar yang jaraknya lumayan
jauh dibeberapa titik, bahkan gua sendiri sempat kesusahan untuk turun melewati
batu tersebut, karena gua takut terpeleset. Iyaa jika terpeleset kita langsung
berhadapan dengan jurang yang sangat dalam yang mengarah ke danau.
Waktu tempuh dari Pelawangan Sembalun – Danau Segara Anak
normalnya itu hanya 2 jam. Memang lumayan singkat karena trek yang dilalui
hanya turun hampir tidak ada tanjakan sama sekali. Tapi karena kami tim banyak
istirahat, sampai di Danau Segara Anak sekitar jam 18.00. Hari pun sudah gelap,
disini kita membuat tenda disisi atas danau segara anak. Kami membuat tenda
dengan cahaya dari senter seadanya dan menahan rasa yang sudah sangat lelah.
Biasanya ketika gua sampai, tenda sudah berdiri dan makanan sudah tersaji ☹.
Malam itu 2 Tenda berhasil kami dirikan dengan kapasitas 6
orang cukup besar memang. Setelah itu kami memasak di dalam tenda, karena di
luar udara dan angin cukup dingin Hahaa. Selepas makan malam gua langsung tidur
tanpa mengobrol terlebih dahulu.
Hari Kemerdekaan Republik Indonesia!
Suara alarm
handphone pun berbunyi cukup keras tapi langsung gua matikan entah itu jam
berapa. Gua lanjut tidur lagi karena badan ini sungguh sangat-sangat lelah
turun dari puncak langsung melanjutkan turun lagi kesini. Sampai akhirnya gua
terbangun karena tenda sebelah berisik sekali karena sedang menyiapkan acara 17
Agustus.
Pas gau
membuka mata ternyata hari sudah mulai terang. Gua keluar tenda dan menghirup
udara sejuknya di salah satu danau tertinggi di Tanah Air. Pas gua nengok tenda
sebelah ternyata mereka sedang mempersiapkan acara upacara 17 Agustus!.
Sebenarnya Ketua Tim kami juga sudah membawa bendera ukuran 30x30 meter untuk
memperingati acara 17an disini. Bendera itu pula yang memakan banyak tempat di
keril Ketua Tim kami, seharusnya bendera tersebut dibawa oleh porter kami
karena bobotknya yang lumayan besar dan berat jika dimasukkan ke dalam keril.
Tapi sudahlah kejadian itu tidak sudah dipikirkan lagi karena kita sudah
disini.
Tepat jam
07.00 bertempat di Danau Segara Anak, upacara bendera menyambut Hari
Kemerdekaan RI pun dimulai. Upacara disini lengkap dengan tiang bendera dan
petugas pembawa bendera. Bahkan mereka memakai kemeja batik khusus untuk
upacara bendera ini. Ada pula Inspektur Upacara serta pembaca teks proklamasi
semau tersusun rapih dengan area yang berada di belakang tenda kami.
Yang membuat
gua merinding adalah ketika kita bersama menyayikan lagu kebangsaan Indonesia
Raya secara bersama-sama sambil menaikan bendera merah putih dengan kami hormat
ke bendera tersebut. Upacara sakral yang diadakan setahun sekali memang tidak
bisa dipisahkan dari nadi kami rakyat Indonesia.
Setelah
upacara selesai kami lanjut membentangkan bendera merah putih sebesar 30x30
meter dan menyayikan lagu nasional lainnya seperti Hari Merdeka, Padamu Negeri
dan Tanah Airku. Pengibaran bendera besar ini sangat menyentuh hati, kami
bersama-sama memegang ujung tepi bendera sambil mengibarkannya. Ini merupakan
momen pertama kali gua mengikuti acara 17 Agsutusan di atas gunung.
Danau Segara Anak – Pelawangan Senaru
Perayaan 17
Agustus 2017 di danau segara anak telah usai, kami para pendaki dari penjuru
daerah di Indonesia pun kembali ke tendanya masing-masing. Gua dan tim langsung
memasak sarapan dan ambil persediaan air minum untuk perjalanan pulang ke pintu
Senaru. Tempat sumber mata air disini terletak di dekat sumber air panas yang
berada di lembah belakang danau, jaraknya cukup lumayan jauh untuk sampai
kesana. Gua, Bang Jai dan Bang Doni bertugas mengambil air tapi gua tertinggal di
belakang karena mencari botol minum gua yang berada di dalam tenda.
Ketika
sampai di sumber air panas Bang Jai dan Bang Doni tiba-tiba menghilang dari
kejauhan. Gua sempat berpikir “udahlah tidak apa-apa toh gua masih melihat
pendaki lain kembali dari tempat mata air”. Pas sampai disana ternyata mereka
berdua tidak ada! Nah lo kemana mereka?. Tempat mata air disini letaknya cukup
sempit karena berada di sebuah semak-semak dan mata airnya tidak terlalu deras
alirannya, sehingga butuh waktu lama untuk mengisi botol 5 liter.
Setelah
mengambil air gua sempat merendam kaki di sumber air panas, beberapa menit
untuk melancarkan aliran darah ke kaki yang sudah sangat lelah melangkah ini. Bahkan
untuk turun saja sudah mengeluarkan energi yang cukup banyak apalagi nanti
naiknya ke atas, ditambah membawa air 5 liter sungguh menyiksa.
Tak lama gua
berendam muncul Bang Jai dan Bang Doni dari bawah aliran sumber mata air.
Ternyata mereka mengambil air di sumber mata air lain yang berada di bawah
aliran. Tempat tersebut biasanya tempat porter mengambil air dan aliran airnya
cukup deras. Pantas saja di mata air yang gua ambil tidak ada porter satupun.
Kembalinya
dari mengambil air, teman-teman yang lain sudah selesai juga memasakknya jadi
kami begitu datang langsung bisa makan. Tapi gua lebih memilih untuk packing
terlebih dahulu karena sleeping bag dan matras masih berantakan di dalam tenda.
Itung-itung menghemat waktu untuk segera melanjutkan perjalanan ke Pintu Senaru
karena waktu tempuh untuk sampai kesana sekitar 7-10 jam perjalanan, Woooww.
Lutut dan Dagu Bertemu
Packing
selesai! Lanjut untuk sarapan, namun sayang logistic kami yang tersisa hanya
nasi dan beberapa lauk siap saji. Ternyata tidak! ketua tim kami masih
menyimpan beberapa bungkus mie instan untuk makan diperjalanan.
Jam 10.30
kami berangkat dari Segara Anak, kali kita menuju Pelawangan Senaru yang
letakanya bersebrangan dengan Pelawangan Sembalun. Iyaa, benar sekali kali kita
akan ‘manjat’ lagi kesana. Benar-benar menguji mental dan energi sekali bukan.
Treknya pun bukan hanya landai seperti padang savanna sembalun. Trek menyusuri
samping tebing-tebing layaknya turun dari Pelawangan Sembalun ke Segara Anak.
Batu besar, terjal dan mematikan bagi yang tidak hati-hati.
Sebelum
sampai di trek itu kita harus menyusuri pinggir Danau Segara Anak untuk sampai
ke jalur Pelawangan Senaru. Selanjutnya tanjakan terjal sudah menanti di depan
mata, melihatnya saja gua udah tidak sanggup. Tapi tetap harus kami lalui jika
ingin pulang. Tanjakan di atas danau ternyata belum seberapa karena itu hanya
puncak bukit yang di atasnya terdapat shelter untuk beristirahat. Di shelter
ini kami berhenti cukup lama sambil memakan cemilan dan berbincang dengan
beberapa pendaki lainnya.
Dari shelter
kami beranjak dari posisi uenak kami kembali melanjutkan perjalanan yang
masih panjang. Trek yang dilalui masih berupa bebatuan besar dan terjal yang
menyusuri dinding tebing nan curam. Di beberapa titik trek ini lutut dan dagu
gua bertemu untuk memanjat batu yang sangat besar sambil mencari pijakan yang
tepat. Namun di trek ini juga ada beberapa yang landai meski itu tidak banyak
dan hanya untuk hiburan kami untuk mengatur pernapasan.
Trek untuk
sampai di Pelawangan Senaru ini buat gua sih paling menantang dan sangat
menguras energi. Gua saranin sih untuk teman-teman yang melewati trek ini harus
banyak istirahat yang cukup selepas turun puncak ke segara anak. Jujur, energi
untuk melewati tanjakan ini hanya sisa-sisa jika gua bisa melangkah lanjut ke
depan hanya sebatas semangat yang membara untuk segera turun dan pulang.
Bagian akhir
dari trek ini selangkah lagi sampai di Pelawangan Senaru, gua harus memanjat
dan melangkah lebih tinggi untuk mencapai pijakan yang tepat. Bahkan bagian
akhir ini yang membuat antrian panjang mengular, karena harus bergantian untuk
turun maupun naiknya. Sungguh bibir gua menyentuh batu paling atas yang menjadi
pijakan terakhir untuk sampai di atas, trek pole pun harus gua lempar dulu ke
atas.
Pelawangan Senaru – Pintu Senaru
Memang
dibalik usaha yang keras terdapat hasil yang sesuai dengan perjalanannya. Di
Pelawangan Senaru hamparan awan putih menyambut gua dengan ketenangan, tidak
ada angin kencang dan keindahan pulau Lombok tepampang jelas di depan mata. Jam
saat itu menunjukkan pukul 16.00 WIT, yang sudah berada di Pelawangan Senaru
ada gua, Bang Doni, Daffa dan Ketua Tim kami. Saat itu kami berempat sempat
berdiskusi apakah akan melanjutkan perjalanan atau kita buka tenda disini
karena waktu yang sudah sore dan tentu saja mitos yang berada di jalur senaru
ini.
Pada saat
itu ketua tim kami belum berani memutuskan apakah kita tetap lanjut atau
mendirikan tenda disini. Ada beberapa yang menjadi pertimbangan ketua tim untuk
memutuskan. Pertama, jika kita mendirikan tenda disini logistic kami sudah
tidak mencukupi untuk 7 orang dan persedian air kamu sudah sangat menipis.
Jujur saat itu gua sendiri tidak masalah dengan hal itu tapi bagaimana dengan
yang lain apa sanggup menahan haus sampai besok?.
Kedua, jika
kita lanjut berjalan otomatis kita akan melakukan perjalanan malam hari di
hutan lebat jalur senaru yang terkenal dengan mistisnya di malam hari. Jalan
saat malam hari memang sangat beresiko sekali hilang, apalagi treknya tidak
begitu jelas dan tidak ada yang hapal trek senaru.
Dengan
pertimbangan yang sama-sama beresiko, ketua tim kami menanyakan dengan pendaki
lain yang ingin turun juga. Kebetulan pendaki tersebut berasal dari Lombok dan
sudah beberapa kali membawa temannya naik ke Rinjani dan sudah hapal trek
sembalun-senaru. Ternyata dia juga sedang menunggu temannya yang masih
tertinggal di belakang apa masi sanggup untuk melanjutkan perjalanan. Sembari
kami juga menunggu Bang Jai, Mba Nisa dan Sisca.
Sebenarnya
dari Pelawangan Senaru ini turun ke Pintu Senaru itu hanya 2-4 jam perjalanan pendaki
normal. Trek yang dilalui memang hanya tinggal turun saja dan sangat landai
setelah melewati bukit berbatu dan berdebu (pada saat itu).
Setelah kami
berkumpul dan menceritakan keadaanya dengan beberapa resikonya. Kami akhirnya
memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan jalur yang landai, kemungkinan
besar kita akan sampai di pintu Senaru jam 19.00 saat itu. Keputusan itu
mengacu pada bahwa kami ada teman untuk turun bersama ke Pintu Senaru dan itu
bersama pendaki yang tadi ketua kami ajak diskusi.
Beranjaklah
kami dari Pelawangan Senaru, turun menembus semak-semak dan masuk hutan lebat
Taman Nasional Gunung Rinjani. Di perjalanan turun gua bersama dengan Bang Doni
dan Daffa mengikuti pendaki lain yang juga ingin turun juga. Namun saat
matahari mulai tenggelam kami bertiga berhenti di Pos 3 jalur Senaru untuk
menunggu yang lain.
Di pos 3 ini
kami bertemu dengan 1 keluarga orang Jepang yang sedang mendirikan tenda
ditemani oleh porter dan guidenya. Ya jika kalian turis mancanegara diwajibkan
untuk membawa masing-masing 1 porter dan 1 guide. Kami sempat berbincang dengan
porter dan guide itu mereka menceritakan mitos yang ada di hutan jalur senaru
ini jika kita melanjutkan perjalanan di malam hari. Jujur saat itu mental gua
sempat down untuk melanjutkan perjalanan, namun di dalam hati yang terdalam
juga ingin cepat sampai pintu senaru.
Jam 18.30,
Bang Jai, Mba Nisa dan Ketua Tim akhirnya sampai di pos 3 dengan rombongan
pendaki lain yang ingin turun. Sempat kami berkumpul untuk memutuskan lagi tetap
lanjut atau mendirikan tenda disini. Lagi-lagi keputusannya tetap lanjut turun
sampai ke Pintu Senaru, tapi sebelumnya kami isi perut terlebih dahulu. Ini
enaknya bertemu dengan pendaki gunung ‘sebenarnya’ saling membantu, berbincang
dan minum kopi bersama.
Kami memasak
kopi dan makanan seadanya yang tersisa dari keril kami masing-masing.
Alhamdulillah semua logistik yang kita punya cukup untuk mengisi perut dan
membantu cacing-cacing di usus tetap hidup. Di pos 3 ini udara dingin sangat
menusuk kulit, akhirnya gua memakai jaket untuk menjaga tubuh ini terus hangat.
Untungnya guide dan porter disini membuat api unggun untuk menghangatkan badan,
gua pun ikut nimbrung dipinggir api sambil mendekatkan tangan ke dekat api.
Setelah
perut terisi, membereskan perlengkapan memasak, kami melanjutkan perjalanan
dengan bergabung dengan beberapa pendaki lainnya. Ketika sudah jam 19.30,
sebelum berangkat rombongan kami tidak lupa berdoa dan pamit dengan guide serta
para porter yang ada di pos 3 ini yang dengan baik hati membuatkan kami api
unggun.
Malam Panjang di Hutan Senaru
Perjalanan
itu dipimpin oleh seorang pendaki yang berasal dari Lombok dan sudah tau seluk
beluk trek Senaru. Rombongan kami perlahan mulai menembus gelapnya hutan lebat
senaru yang diselimuti penuh dengan cerita mistis. Saat itu rombongan kami kurang
lebih terdiri dari belasan pendaki dari beberapa kelompok, bahkan ada pendaki
yang tertinggal oleh kelompoknya yang sudah duluan sampai di senaru.
Malam itu hutan
mengeluarkan auranya yang sangat mencekam, baru berjalan 20 menit tiba-tiba
salah satu pendaki mengeluh kakinya keram dan kami harus berhenti. Rombongan kami
berhenti cukup lama di tengah perjalanan menuju pos 2 bahkan beberapa pendaki
sempat mematikan lampu senter untuk menghemat baterai. Ketika gelap itu ada
beberapa bayangan yang bersembunyi di balik batang pohon yang seakan sedang
mengawasi kami semua. Hmm atau itu perasaan gua aj, yang lain bagaimana? Entahlah
saat itu gua belum berani untuk mengungkapkannya kepada teman yang ada di sebelah
saat itu.
Setelah dikira
kaki pendaki tersebut sudah mendingan dan sudah bisa berjalan lanjut jalan
lagi. Sampai di pos 2 sekitar jam 11.30, rombongan kami berhenti sejenak untuk
istirahat bahkan beberapa pendaki sampai tertidur. Gua sendiri juga sempat meletakkan keril dan merebahkan badan
sambil sedikit memejamkan mata. Lelah sudah mulai terasa di semua pendaki yang
ada dirombongan, ketua kami pun sempat berdiskusi lagi dengan leader yang ada
dirombongan kami. Tapi menurut cerita yang berada di pos 3 tadi diusahakan
jangan sampai kalian buka tenda di Pos 2 karena disitu sering terjadi kejadian
mistis. Namun saat itu banyak sekali orang yang membuka tenda bahkan lahan untuk
mendirikan hanya tersisa 1 atau 2 saja.
Tidak lama
setelah berdiskusi, Ketua Tim balik lagi dan berkata “Ayo Lanjut lagi”. Otomatis
badan gua langsung sontak berdiri dan mengambil keril. Teman-teman yang lain pun
begitu, padahal sudah PW sekali rebahan di atas pos 2. “kirain akan buka tenda
di pos ini” gumamku waktu itu.
Ketika semua
pendaki sudah mengatur barisannya lagi sesuai dengan urutannya masing-masing,
gua sempat menengok ke belakang. Terlihat sekali wajah-wajah lelah dari rombongan
kami yang mungkin sudah capek berjalan lagi. Kami meninggalkan Pos 2 dengan
langkah yang sangat berat dan tidak bisa jalan cepat seperti dari Pos 3 ke Pos
2. Langkah kaki sudah tidak bisa diankat lebih tinggi untuk melewati akar pohon
yang melintah di tengah-tengah trek. Hanya bisa di’gesrek’ karena sudah saking
lelahnya bahkan ada pendaki yang berada di belakang gua sampai tersandung.
Hadeeuhh udah pada gak beres nih jalannya.
Jam 00.30 kami
tiba di sebuah shelter yang berada setelah pos 2. Shelter disini cukup luas dan
hanya ada beberapa tenda yang berdiri, banyak lahan yang bisa digunakan untuk
mendirikan tenda. Akhirnya rombongan kami memutuskan untuk berhenti serta membuka
2 tenda disini untuk pendaki perempuan dan pendaki yang memakai celana pendek
dan kaos saja. Sisanya tidur beralaskan matras dan beratapkan flysheet
yang dibentangkan dari pohon ke pohon. Saat itu gua hanya memakai jaket tipis untuk
menghangatkan badan yang sudah sangat lelah ini.
Bisa dibilang
malam itu menjadi perjalanan terpanjang yang pernah gua lalui karena ada
beberapa kendala yang memaksa kami harus berhenti cukup lama. Biasanya dari Pos
3 ke Pos 2 itu hanya 30 menit perjalanan, tapi ini kami sudah jalan sampai 2
jam lebih baru sampai di shelter pos 2 menuju
pos 1. Sungguh sangat menyiksa menurut gua saat itu.
Di tengah
malam ada kejadian membuat gua kesal, pendaki yang ada di samping gua tiba-tiba
menggigil dengan sangat hebat ketika angin malam lewat di sela-sela flysheet
yang kami dirikan. Bahkan dia sempat berlindung di belakang tubuh gua dengan
suara begetar menahan dingin. Bergegas gua langsung bilang ke teman yang ada di
kelompoknya untuk meminjamkan sleeping bag yang dipakai untuk melindungi
badannya agar tidak terkena hipotermia (Tips agar tidak terkena hipotermia). Tapi jawaban pendaki itu membuat gua
kesal.
“ga usah, ga
usah. Ini masi ada jaket” ucapnya. Setelah itu gua berusaha untuk tidur kembali,
tapi lagi-lagi pendaki itu menggigil di belakang punggung gua. Otomatis gua
bangunin lagi temannya untuk meminjamkan sleeping bag-nya. Masih juga bilangnya
seperti tadi, udahlah gua lanjut tidur lagi ketika angin lewat badannya masih
menggigil dan gua udah bodo amat lah sama anak itu.
Pintu Senaru
Harum udara
pagi sudah mulai tercium dari sela-sela flysheet, menandakan hari sudah mulai
bersinar kembali. Benar sekali pas gua liat jam, sudah menunjukkan jam 04.30,
beberapa pendaki sudah mulai bangun dari tempat tidurnya, bahkan porter dari
tenda sebelah sudah mulai menyalakan api untuk memasak. Gua pun langsung bangun
dan menyalakan api unggun bekas kelompok yang mendirikan tenda sebelum kami
datang semalam. Rombongan kami sudah tidak punya logistik lagi untuk dimasak
semua sudah habis sewaktu di Pos 3. Gua saat itu hanya bisa meminum seteguk air
yang masih tersisa di dalam botol.
Ketika
mentari sudah mulai menampakkan sinarnya, rombongan kami mulai bergegas melipat
flysheet, tenda, packing dan lanjut berjalan untuk sampai ke Pintu Senaru. Sambil
menunggu, gua menghatkan tubuh dipinggir bara api unggun sisa semalam. Setelah
semuanya sudah rapih kami mulai berdoa dan lanjut berjalan meninggalkan shelter.
Jam 09.00
kami sampai juga di Pos Pintu Senaru yang merupakan titik akhir perjalan gua
mendaki Gunung Rinjani. Begitu sampai gua langsung menuju warung yang tidak
jauh dari pos Senaru. Meletakkan keril, mengambil pisang dan minuman isotonik untuk mengembalikan cairan tubuh. Tegukan pertama menjadi momen yang indah,
dimana air dingin terasa sekali mengalir ditenggorokan, membasahi dinding
lambung yang sudah tidak ada isinya dari semalam. Saat itu gua menghabiskan 2
pisang dan 2 minuman untuk mengambilan energi yang sudah terkuras habis dari
kemarin.
Warung di
Pos Senaru ini memiliki harga yang berbeda untuk pendaki Indonesia dengan
pendaki luar negeri. Perbedaan harganya Rp 5-10rb, misalnya minuman isotonik
gua beli harganya cuma 10rb, tapi klo yang beli orang bule harganya 15rb.
Menurut gua itu worth it sih mengingat banyak sekali pendaki luar mendaki
rinjani dibandingkan dengan orang lokal kita.
Di Pos
Senaru ini kami harus melapor kepada petugas penjaga pos untuk menyerahkan
surat registrasi yang diberikan di Pos Sembalun dan menyatakan bahwa semua orang
di kelompok kami sudah turun semua dengan selamat. Tidak lupa di Pos Senaru ini
rombongan kami berkumpul dan berfoto untuk menjadi kenang-kenangan bersama 😊.
Tidak sampai
itu kami berjalan, dari pos senaru kita jalan kembali menuju ke basecamp atau meeting
point tempat menunggu mobil jemputan dan jaraknya bisa dibilang lumayan jauh.
Hmm tapi tidak apa-apa karena kami sudah mengisi perut dan mengembalikan tenaga
yang hilang. Setelah sampai di salah satu basecamp senaru gua membeli beberapa sauvenir
gunung rinjani. Dari basecamp ini kami
dijemput mobil yang kami sewa dari bandara, tapi tujuannya bukan untuk kembali
ke bandara tapi ke salah satu destinasi wisata kota Lombok yakni pulau Gili
Trawangan.