Celoteh Kata Gua
Rinjani yang Memanggil Hati
Bulan
Agustus 2017 pada saat musim kemarau gua mendaki gunung rinjani, ini bukan
pendakian gunung biasa. Perjalanan ini merupakan pendakian terjauh dan terlama
gua bukan saja untuk mendaki gunung, tapi juga menyebrang antar pulau di waktu
bagian tengah nusantara.
Bermula
saat keinginan gua untuk mendaki 7 summit Indonesia di tahun 2015 yang lalu
selepas mendaki semeru. Pada saat itu keinginan untuk mendaki gunung selanjutnya
ada 2 pilihan. Yang pertama yaitu Gunung Kerinci di pulau Sumatra dan Gunung Rinjani
di pulau Nusa Tenggara Barat (NTB).
Di
bulan juni sebelum puasa tahun tersebut gua sudah mulai mencari-cari open trip
/ pendakian barsama di Instagram. Memang ada beberapa pendakian bersama yang di
share di beberapa akun gunung dan pendakian, baik itu ke Kerinci maupun ke
Rinjani. Pada saat itu pendakian biaya ke Kerinci lebih murah dari pada ke
Rinjani, tapi ada juga jasa open trip yang hampir sama harganya karena mereka
menambah beberapa destinasi yang akan dikunjungi selain pendakian ke gunung.
Setelah
lebaran, akhirnya gua memutuskan untuk mendaki gunung Rinjani. Ada beberapa
faktor kenapa gua memilih Rinjani daripada ke Kerinci. Pertama, karena jarak
perjalanan yang memakan waktu hampir 4-5 hari untuk mencapai puncak dan turun Kembali.
Kedua, adanya jasa open trip yang menawarkan paket ke Rinjani sekali ke Gili
Trawangan dengan harga yang lumayan terjangkau. Ketiga, lukisan alam gunung
Rinjani yang memanjakan mata penikmatnya.
Tanggal
11 Agustus 2017 , gua berangkat ke Lombok menggunakan pesawat yang langsung
tanpa transit terlebih dahulu. Sesampainya di Bandara Internasional Lombok jam
19.00 WIT gua langsung menuju masjid yang berada di halaman bandara. Kenapa di
masjid? Karena memang Meeting Point (Mepo) bertemu semua peserta open tripnya
disitu. Oiya disini gua gak akan menyebutkan jasa open trip mana yang dipakai biar netral aja toh sekarang jasa
open tripnya juga udah ga ada, jadi ga usah disebutlah ya.
Pas
gua sampai masjid sudah ada beberapa teman peserta yang sudah sampai duluan bahkan
ada yang sudah sampai dari siang hari. Setelah gua berkenalan dan berbincang
sedikit dengan beberapa teman ‘baru’ yang bernama bang Doni dan juga mba Sisca
ternyata mereka ikut open trip ini juga tertarik dengan bonus perjalanannya
yaitu ke Gili Trawangan.
Saat
menunggu peserta open trip yang lain gua bertanya-tanya dan ini bisa jadi
keresahan hati gua terhadap jasa open trip dimana pun. Keresahan gua adalah
kenapa tidak ada panitia open trip yang sudah datang terlebih dahulu ke tempat mepo
jadi kita sebagai peserta juga enak untuk mencari kepastian bahwa open trip ini
jadi jalan atau tidak. Bisa saja kita mepo disana tiba-tiba panitia bilang “maaf
kami ketinggalan pesawat” atau apalah gitu alasan mereka, padahal kita sudah melakukan
pembayaran sebesar 80%. Itu sih keresahan gua terhadap jasa open trip, tapi
untungnya open trip yang ini tidak, panitia tiba kira-kira jam 9 malam dan itu
pesawat terakhir dari Jakarta, gilak gak tuhh ☹.
Setelah
semua peserta berkumpul, ada Bang Jai, mba Nisa pacarnya, Daffa dan panitia
open trip ini sebagai Ketua Tim perjalanan ini. Jadi total peserta open trip ini
ada 6 orang termasuk gua (Ketua Tim tidak dihitung).
Menuju Desa Sembalun
Semua
peserta telah berkumpul kemudian kami menyewa mobil untuk menuju desa Sembalun
yang merupakan pintu masuk pendakian Gunung Rinjani. Sebetulnya pintu pendakian
Rinjani yang sering dilalui ada 2, Sembalun dan Senaru. Tapi kenapa kami
memilih Sembalun? Karena rencananya jalur pendakian gua ini akan lintas dari
Sembalun menuju Senaru yang melewati danau Segara Anak dan gunung Baru Jari
(anak Gunung Rinjani). Untuk menuju desa Sembalun membutuhkan waktu tempuh
sekitar 7 jam perjalanan dari Bandara Internasional Lombok.
Sampai
di desa Sembalun kami tidak langsung ke pos pendakian gunung Rinjani, tapi kami
istirahat sejenak di sebuah homestay tempat salah satu porter kenalan ketua tim
kami. Di rumah tersebut kami sempat tidur beberapa jam untuk mengistirahkan badan
yang sudah lelah ini.
Tak
terasa suara ayam berkokok sudah terdengar di telinga gua, yang bertanda bahwa
hari sudah pagi. Gua pun sempat keluar homestay untuk melihat pemandangan pagi
hari desa Sembalun dan tentu saja gagahnya salah satu gunung tertinggi di Indonesia.
Pada saat subuh, masih terlihat segerombolan pendaki yang sedang summit menuju
puncak Dewi Anjani dari cahaya senter mereka.
Pagi
itu kami mulai mengisi logistic pendakian, karena memang logistic pendakian
direncanakan dibeli saat sampai desa Sembalun. Setelah membeli logistic kami
mulai membagi beban logistic ke teman-teman satu tim. Kok logistic tidak dibawa
porter? Pada saat itu kami hanya menyewa 1 porter untuk membawa peralatan
pendakian yang mempunyai beban yang lumayan berat, seperti tenda, logistic untuk
hari berikutnya dan alat masak. Di homestay itu ketua tim kami diantar untuk mengurus
surat-surat perizinan pendakian mulai dari penyerahan ktp dan mengisi daftar
peralatan serta perlengkapan pendakian di pos pendakian Sembalun.
Home Stay – Pos 1
Kami
memulai perjalanan pendakian dari homestay menuju ke pos 1. Ya, homestay kami
memang langsung bisa menuju jalur pendakian gunung rinjani yang biasa dipakai
oleh warga sekitar. Trek yang dilalui dari homestay menuju Pos 1 bisa terbilang
masi landau, karena kita masih berada jauh di lereng gunung rinjani. Jalur via
Sembalun menuju Pos 1 ini di dominasi oleh padang savana yang luas. Memang
pemandangannya begitu indah di depan mata, tapi kita harus menahan panas yang
menyengat langsung dari atas langit karena jarang sekali ada pohon besar selama
perjalanan menuju Pos 1.
Baru
beberapa menit jalan, Mba Nisa pacarnya Bang Jai merasakan pusing yang tidak bisa tertahankan, oleh sebab itu memaksa kami untuk berhenti cukup lama di bawah pohon besar untuk mengembalikan kondisi
kesehatannya. Setelah pusingnya sudah mulai membaik sehabis diberikan obat, kami kembali
melanjutkan perjalanan. Bisa dibilang apa yang di alami Mba Nisa adalah sebuah shock therapy dari panasnya trek Rinjani
bagi pendaki pemula.
Pada
saat itu matahari seperti ada 3 yang menyinari kami selama perjalanan. Beberapa
kali gua juga kewalahan dengan panasnya terik mentari saat itu. Bahkan kami
sempat berpapasan dengan bule yang hanya pakai tanktop turun dari Pos 1 menuju
ke basecamp Sembalun. Bahkan ada beberapa bule yang menyemangati kami dengan
kata-kata “Come on Come On, Moving moving” dalam hati gua berkata “ situ enak
udah turun, nah ini gua ngos ngosan nahan panas”. Sambil mengatur napas di setiap langkah gua terus berjalanan untuk segera sampai di Pos 1.
Pos 1 – Pos 2
Sekitar jam 12.00, akhirnya sampai
juga kami di Pos 1, disini kami makan siang dan
beristirahat sambil sembunyi dari panasnya sang mentari siang itu. Disini kami
berhenti cukup lama, bahkan porter kami yang sudah menunggu dari jam 11. Yaa..
kalau teman-teman yang tidak biasa naik gunung jangan heran melihat porter
disini jalannya begitu cepat, karena mereka dituntut untuk sampai terlebih dahulu
di tempat yang telah disetujui untuk berkemah. Ketika kami sampai porter kami
langsung melanjutkan perjalanan menuju Pos 3, yang merupakan tempat kami
mendirikan tenda pertama kali.
Tepat jam 13.00 kami melanjutkan perjalanan ke Pos 2, sebenarnya dari Pos 1 – Pos 2 jaraknya
tidak terlalu jauh. Bahkan penampakan Pos 2 bisa kelihatan dari Pos 1 tapi apa
yang dilihat mata tidak sama dengan apa yang ada ditrek pendakian. Jalur ke Pos
2 masih landai namun jalurnya tidak mengambil garis lurus dari Pos 1, tapi kali ini treknya landai sedikit menanjak dan berkelak-kelok.
Pos 2 - Pos 3
Jam
14.30 sampai juga kami di Pos 2, disini gua melihat jembatan ikonik dari jalur Sembalun
yang biasa menjadi tempat peristirahatan porter dan juga pendaki bule. Di Pos 2
ini juga terdapat mata air yang hanya ada ketika peralihan dari musim hujan dan
kemarau. Tapi biasanya di musim kemarau mata air ini kering. Gua beruntung saat
gua mendaki Rinjani mata air tersebut masih mengeluarkan air, dan dapat mengisi
botol yang sudah habis 1,5 liter. Hauus Bos.
Dari
Pos 2 kita bisa melihat pemandangan savana Rinjani dengan lebih jelas karena
tempatnya berada di ketinggiaan 1500 Mdpl. Di pos 2 gua beristirahat cukup lama
karena menunggu Sisca, Bang Jai dan Mba Nisa yang tertinggal di belakang.
Ada
hal yang menarik dari pendakian kali ini, baru pertama kalinya gua bawa air 3
botol dengan kapasitas 1,5 liter dengan jarak tempuh sekitar 6 km dan itu hanya berkurang dari homestay ke Pos
2. Lalu gua isi kembali botol tersebut untuk perjalanan ke Pos 3. Entah berapa
berat keril yang gua bawa saat itu, yang pasti beratnya udah kayak angkut beras
2 karung! ☹.
Jam
15.30 gua jalan lagi menuju pos 3 bareng sama Daffa dan Bang Doni. Trek menuju
Pos 3 sangat “enak” sekali dipandang mata dari Pos 2 saja kita sudah disuruh
nanjak, ya meski treknya masih landai. Bahkan gua baru beberapa menit jalan
udah langsung tepar lemesin kaki lagi. Yaa, memang sepertinya energi gua saat itu
sudah habis “dihisap” oleh panasnya mentari dari pagi hingga siang. Hampir sampai
di Pos 3 gua melewati sebuah turunan dan langsung dikiuti dengan tanjakan terjal karena di balik
tanjakan itu ada shelter menuju pos yang gua tuju. "Breakk 5 menit.."
Pos 3 – Pelawangan Sembalun
Jam
17.00 akhirnya gua sampai juga di Pos 3, disini porter kami sudah menunggu dan
mendirikan tenda. Tapi sayangnya porter gua gak masak apapun karena logistik yang
ingin dimasak berada di keril Daffa ☹. Pos 3 merupakan sebuah lembah yang menjadi
saluran air/material (pasir dan batu kerikil) dari puncak gunung Rinjani.
Disini kita dapat mendirikan tenda di banyak tempat karena tempatnya memang
sangat luas sekali dengan beralaskan pasir hitam.
Di
Pos 3 ini kami bermalam 1 hari untuk mengistirahatkan tubuh yang sudah sangat
letih sekali. Ketika malam tiba suasana disini sungguh sangat indah sekali, gua
melihat taburan bintang-bintang di langit dengan sangat jelas dan tidak
terhalang awan sama sekali. Eits meski indah, udara disini sangat dingin,
bahkan gua harus memakai sarung tangan dan kupluk tapi itu juga gak bertahan
lama. Angin malam meruntuhkan semua pertahananku waktu itu memaksa gua harus kembali
ke dalam tenda untuk menghangatkan tubuh dan tertidur pulas.
Bunyi
alarm handphone sontak membangunkan kami dalam mimpi keindahan diselimuti dengan
kedinginan hawa gunung. Perlahan kami mulai bangun mencium udara pagi di lereng
gunung Rinjani, hamparan awan putih terhampar di depan mata, kabut tipis masih menyelimuti
pagi itu. Namun perlahan mulai menghilang tersapu terik mentari yang mulai
menyapa di balik awan.
Pagi
itu kami mulai bergegas menyiapkan sarapan untuk mengisi tenaga melanjutkan
pendakian. Karena selepas Pos 3 kita langsung diajak menanjak 45 derajat dengan
kontur bebatuan berpasir dan berdebu. Jam 10.00 kami memulai pendakian ke
Pelawangan Sembalun, langsung aja gua tancap gas karena tidak mau terkena panas
lama-lama di trek. Tapi hal itu sia-sia karena trek yang kalian hadapi di depan
yaitu terkenal dengan sebutan, 7 Tanjakan Penyesalan!.
Seperti
namanya para pendaki akan dibuat kesal dengan banyaknya tanjakan yang akan
dilalui. Tanjakan ini bukanlah tanjakan ecek-ecek yang ada landainya, trek ini
melintasi 7 bukit yang makin lama makin tinggi. Disini kaki dan energi kita
akan dikuras habis-habisan, maka dari itu kalian harus menyiapkan persediaan
air yang cukup dan cemilan untuk melintasi trek ini.
Pelawangan Sembalun
Jam
16.00 kami akhirnya tiba di pelawangan sembalun, gua sampai sini sama Daffa di
belakang gua masih ada Sisca, Bang Jai, Mba Nisa dan ketua tim. Bang Doni dan
Porter sudah sampe duluan bahkan porter sudah sampai sini jam 14.00. Seperti
biasa porter sudah mendirikan tenda kami semua dan memasak apa yang ada dari
bahan-bahan yang mereka bawa untuk konsumsi kami.
Karena
sampai Pelawangan Sembalun sore hari, gua masih dapat poto-poto di atas sini.
Keindahan dari Pelawangan Sembalun memang tiada duannya kalian bisa melihat
hamparan awan dan juga laut Lombok membentang. Disini teman-teman juga bisa
melihat danau segara anak dan gunung baru jari dari atas pelawangan.
Pelawangan
sembalun merupakan sebuah puncak bukit atau cekungan kawah purba yang mengelilingi
danau segara anak di bagian timur. Ada juga Pelawangan Senaru yang berada di
sisi baratnya, nanti kita akan melewati juga pelawangan tersebut ketika perjalanan turun menuju pintu Senaru.
Pelawangan
Sembalun juga tempat favorit bagi pencari Sunrise karena letakanya yang langsung
berhadapan dengan matahari ketika pagi. Tapi sayangnya besok pagi gua tidak
bisa menikmati matahari pagi dari sini, tapi akan menikmati sunrise itu di trek
menuju puncak.
TO
BE CONTINUE… [Part 2]