Thursday, May 21, 2020

Story Of Dewi Anjani Part 2

Celoteh Kata Gua

Summit Attack!


Cerita Sebelumnya... [Part 1]

Pelawangan Sembalun – Puncak 3726 Mpdl

Angin malam berbisik kepada pepohonan bangunkan gua jam 00.30 dini hari. Alarm ternyata lupa gua set jadi tidak berbunyi. Seharusnya kami bangun tepat jam 00.00 untuk memulai memasak dan menyiapkan pendakian ke puncak Rinjani. Perlengkapan dan Peralatan yang harus kalian bawa ketika menuju puncak cukup banyak, mulai dari Jaket Tebal, Sarung Tangan, Kupluk, Masker, Gaithers (Pelindung Sepatu agar pasir tidak masuk), Trek Pole (bisa 1 atau 2).

Trek menuju puncak Rinjani sangat-sangat terbuka jadi kalian akan diterpa angin malam yang kencang di atas. Logistik juga sangat penting di pendakian menuju puncak, cemilan dan air yang sangat banyak diperlukan jika teman-teman ingin sampai ke puncak naik dan turun. Waktu tempuh dari Pelawangan Sembalun – Puncak jika pendaki normal 5-7 jam.

Setelah selesai menyiapkan perbekalan dan gua sempat makan sedikit kacang hijau yang dicampur purwaceng untuk menambah energi di malam yang dingin ini. Jam 01.30 gua dan tim mulai berdoa, kemudian berjalan menuju puncak trek dari Pelawangan Sembalun ini masih landai. Sampai kami tiba  pohon-pohon tinggi treknya sudah mulai berdebu dan kami berjalan diantara akar-akar pohon.

Selepas itu dibatas vegetasi trek berubah menjadi berbatu dan berpasir yang lumayan dalam untuk dipijak. Langkah gua semakin berat menyusuri trek pasirnya semakin dalam untuk dilewati. Akhirnya gua sampai disebuah puncak punggungan dinding kawah yang menjadi tempat istirahat pendaki setelah melewati trek berpasir.

Dari shelter ini perjalanan didominasi trek yang landai dan berpasir padat, tapi sesekali ada trek berpasir dalam. Jika kalian udah sampai di batu besar trek sebenarnya ada di depan sana. Jalurnya berubah kemiringan yang sangat drastis bebatuan yang lumayan besar mendominasi trek ini, untuk melewati trek ini kalian harus punya semangat dan cemilan yang banyak. Sama seperti semeru batu disini mudah bergerak jadi teman-teman harus pintar-pintar memilih pijakan. Banyak pendaki yang menyerah ketika sampai di trek ini. Karena energi mereka sudah terkuras habis di trek berpasir tadi, jadi menurut gua sih manajemen energi perlu kalian perhatikan, jangan terlalu diporsir ketika melawati trek berpasir.

Di tengah perjalanan matahari pagi mulai mengintip dibalik awan, gua terdiam sejenak sambil menikmati sunrise di trek puncak gunung rinjani. Menangis sekaligus berdoa karena Ciptaan-Nya begitu sangat indah dipandang mata.

Setelah puas menikmati pemandangan itu, gua langsung bergegas lanjut kembali, oiyaa pada saat perjalanan menuju puncak gua berjalan berdua dengan Daffa setelah dari batu besar karena teman-teman yang lain masih istirahat. Gua ingin mengejar bang Doni yang sudah di depan duluan dan jaraknya lumayan cukup jauh.

Namun tiba-tiba egoism dalam diri gua bergejolak, Daffa yang meminta istrahat cukup lama di trek gua tinggal untuk mengejar bang Doni yang sedang istirahat dicelah kawah yang sedikit lagi sampai puncak. Tepat pukul 08.00 WIT gua dan Bang Doni berhasil sampai di Top Rinjani 3726 Mdpl. Gua pun tersenyum lebar begitu sampai di salah satu puncak tertinggi Indonesia, keinginan dan perjalanan jauh gua pun akhirnya tercapai.

Di puncak tidak lupa habiskan waktu foto-foto sambil menunggu teman-teman yang ada di belakang. Cukup lama gua dan Bang Doni menunggu di puncak bahkan kami sempat makan cemilan cukup banyak yang kami bawa dari Pelawangan Sembalun. Sekitar menunggu 30 menit akhirnya Daffa dan Sisca sampai juga di puncak. Sayangnya Bang Jai dan Mba Nisa tidak mampu melanjutkan perjalanan mereka memilih putar badan kembali ke Pelawangan Sembalun, tapi ketua tim kami melanjutkan ke puncak dan bertemu kami sekitar jam 9.30.

Kamipun sempat berfoto bersama-sama di puncak dengan memegang sebuah banner open trip. Namun setelah itu gua, Bang Doni dan Daffa memutuskan untuk turun dari puncak karena sudah terlalu siang dan memang gua tidak terlalu suka berlama-lama di atas puncak, panas matahari sudah tidak bersahabat lagi.

Di perjalanan turun ada kejadian yang cukup membuat gua keringat dingin. Pada saat gua dan Daffa jalan bersama, tiba-tiba Daffa meminta buang air besar di trek berpasir. Karena di trek berpasir itu cukup terbuka dan banyak cabangnya, gua sama Daffa berjalan ke kanan yang masih ada pohon-pohon. Setelah mengikuti aliran pasir yang menuju ke bawah dan menemukan tempat yang cocok, Daffa pun melaksanakan tugasnya. Tapi disitu gua baru sadar bahwa kalau trek yang gua lewati menjauh dari Pelawangan Sembalun.

Gua mulai panik pada saat itu sepertinya gua salah memilih trek untuk turun. Gua sempat ingin kembali ke atas lagi namun gua sudah sangat lelah dan memilih untuk memanjat sebuah gundukan pasir. Begitu sampai atas akhirnya gua bisa melihar trek yang benar menuju Pelawangan Sembalun meski banyak cabang, namun jalur menuju kesana cukup jelas.

Akhirnya Jam 12.30 gua sampai di tenda, gua langsung lepas sepatu, minum air yang banyak dan memakan cemilan yang ada. Karena masih menunggu teman-teman yang lain turun gua sempat tidur sebentar di dalam tenda, karena badan gua sudah lelah sekali. 30 menit kemudian teman-teman yang lain sampai di tenda.

Tiba-tiba pas gua bangun ada masalah baru, porter gua ternyata penyakitnya kambuh. Dia juuga bilang kemungkinan tidak bisa melanjutkan perjalanan ke Danau Segara Anak.

“Waduuhh, bisa ga jadi turun ke danau segara anak nih” ucap gua dalam hati.

Tapi porter gua berusaha menghubungi temannya untuk menggantikan dia mengantar kami ke Segara Anak. Iyaa.. di pelawangan sembalun ada sinyal, khusus operator tertentu dan ponsel yang digunakan masih Nokia batangan. Namun usaha itu pun gagal tidak ada temannya yang mau menggantikan dia menemani kami. Akhirnya Ketua Tim memutuskan untuk kami berjalan sendiri ke Segara Anak tanpa ditemani porter.

Pelawangan Sembalun – Danau Segara Anak

Jam 14.30, selesai melipat tenda dan packing logistic untuk perjalanan turun serta membagi barang-barang bawaan kami melanjutkan ke Danau Segara Anak. Di perjalanan ini gua merasa beban keril gua tidak berkurang sama sekali padahal seharusnya gua hanya membawa perlengkapan pribadi saja ketika perjalanan turun. Tapi keadaan berkata tidak demikian, gua harus membawa beberapa perlengkapan tenda ke dalam keril gua.

Untuk turun ke Segara Anak ada sebuah jalan kecil sebelum bukit arah turun ke trek pintu sembalun, mungkin porter yang membawa kalian jika ke Rinjani sudah hapal jalan tersebut. Trek melipirnya dinding tebing kawah Pelawangan Sembalun dan sangat-sangat sempit, jika kita berpasasan dengan porter kita harus mengalah dan memberi jalan kepada mereka terlebih dahulu.

Trek di dominasi batu-batuan besar yang jaraknya lumayan jauh dibeberapa titik, bahkan gua sendiri sempat kesusahan untuk turun melewati batu tersebut, karena gua takut terpeleset. Iyaa jika terpeleset kita langsung berhadapan dengan jurang yang sangat dalam yang mengarah ke danau.

Waktu tempuh dari Pelawangan Sembalun – Danau Segara Anak normalnya itu hanya 2 jam. Memang lumayan singkat karena trek yang dilalui hanya turun hampir tidak ada tanjakan sama sekali. Tapi karena kami tim banyak istirahat, sampai di Danau Segara Anak sekitar jam 18.00. Hari pun sudah gelap, disini kita membuat tenda disisi atas danau segara anak. Kami membuat tenda dengan cahaya dari senter seadanya dan menahan rasa yang sudah sangat lelah. Biasanya ketika gua sampai, tenda sudah berdiri dan makanan sudah tersaji .

Malam itu 2 Tenda berhasil kami dirikan dengan kapasitas 6 orang cukup besar memang. Setelah itu kami memasak di dalam tenda, karena di luar udara dan angin cukup dingin Hahaa. Selepas makan malam gua langsung tidur tanpa mengobrol terlebih dahulu.

Hari Kemerdekaan Republik Indonesia!

Suara alarm handphone pun berbunyi cukup keras tapi langsung gua matikan entah itu jam berapa. Gua lanjut tidur lagi karena badan ini sungguh sangat-sangat lelah turun dari puncak langsung melanjutkan turun lagi kesini. Sampai akhirnya gua terbangun karena tenda sebelah berisik sekali karena sedang menyiapkan acara 17 Agustus.

Pas gau membuka mata ternyata hari sudah mulai terang. Gua keluar tenda dan menghirup udara sejuknya di salah satu danau tertinggi di Tanah Air. Pas gua nengok tenda sebelah ternyata mereka sedang mempersiapkan acara upacara 17 Agustus!. Sebenarnya Ketua Tim kami juga sudah membawa bendera ukuran 30x30 meter untuk memperingati acara 17an disini. Bendera itu pula yang memakan banyak tempat di keril Ketua Tim kami, seharusnya bendera tersebut dibawa oleh porter kami karena bobotknya yang lumayan besar dan berat jika dimasukkan ke dalam keril. Tapi sudahlah kejadian itu tidak sudah dipikirkan lagi karena kita sudah disini.

Tepat jam 07.00 bertempat di Danau Segara Anak, upacara bendera menyambut Hari Kemerdekaan RI pun dimulai. Upacara disini lengkap dengan tiang bendera dan petugas pembawa bendera. Bahkan mereka memakai kemeja batik khusus untuk upacara bendera ini. Ada pula Inspektur Upacara serta pembaca teks proklamasi semau tersusun rapih dengan area yang berada di belakang tenda kami.

Yang membuat gua merinding adalah ketika kita bersama menyayikan lagu kebangsaan Indonesia Raya secara bersama-sama sambil menaikan bendera merah putih dengan kami hormat ke bendera tersebut. Upacara sakral yang diadakan setahun sekali memang tidak bisa dipisahkan dari nadi kami rakyat Indonesia.

Setelah upacara selesai kami lanjut membentangkan bendera merah putih sebesar 30x30 meter dan menyayikan lagu nasional lainnya seperti Hari Merdeka, Padamu Negeri dan Tanah Airku. Pengibaran bendera besar ini sangat menyentuh hati, kami bersama-sama memegang ujung tepi bendera sambil mengibarkannya. Ini merupakan momen pertama kali gua mengikuti acara 17 Agsutusan di atas gunung.

Danau Segara Anak – Pelawangan Senaru

Perayaan 17 Agustus 2017 di danau segara anak telah usai, kami para pendaki dari penjuru daerah di Indonesia pun kembali ke tendanya masing-masing. Gua dan tim langsung memasak sarapan dan ambil persediaan air minum untuk perjalanan pulang ke pintu Senaru. Tempat sumber mata air disini terletak di dekat sumber air panas yang berada di lembah belakang danau, jaraknya cukup lumayan jauh untuk sampai kesana. Gua, Bang Jai dan Bang Doni bertugas mengambil air tapi gua tertinggal di belakang karena mencari botol minum gua yang berada di dalam tenda. 

Ketika sampai di sumber air panas Bang Jai dan Bang Doni tiba-tiba menghilang dari kejauhan. Gua sempat berpikir “udahlah tidak apa-apa toh gua masih melihat pendaki lain kembali dari tempat mata air”. Pas sampai disana ternyata mereka berdua tidak ada! Nah lo kemana mereka?. Tempat mata air disini letaknya cukup sempit karena berada di sebuah semak-semak dan mata airnya tidak terlalu deras alirannya, sehingga butuh waktu lama untuk mengisi botol 5 liter. 

Setelah mengambil air gua sempat merendam kaki di sumber air panas, beberapa menit untuk melancarkan aliran darah ke kaki yang sudah sangat lelah melangkah ini. Bahkan untuk turun saja sudah mengeluarkan energi yang cukup banyak apalagi nanti naiknya ke atas, ditambah membawa air 5 liter sungguh menyiksa. 

Tak lama gua berendam muncul Bang Jai dan Bang Doni dari bawah aliran sumber mata air. Ternyata mereka mengambil air di sumber mata air lain yang berada di bawah aliran. Tempat tersebut biasanya tempat porter mengambil air dan aliran airnya cukup deras. Pantas saja di mata air yang gua ambil tidak ada porter satupun.

Kembalinya dari mengambil air, teman-teman yang lain sudah selesai juga memasakknya jadi kami begitu datang langsung bisa makan. Tapi gua lebih memilih untuk packing terlebih dahulu karena sleeping bag dan matras masih berantakan di dalam tenda. Itung-itung menghemat waktu untuk segera melanjutkan perjalanan ke Pintu Senaru karena waktu tempuh untuk sampai kesana sekitar 7-10 jam perjalanan, Woooww.

Lutut dan Dagu Bertemu

Packing selesai! Lanjut untuk sarapan, namun sayang logistic kami yang tersisa hanya nasi dan beberapa lauk siap saji. Ternyata tidak! ketua tim kami masih menyimpan beberapa bungkus mie instan untuk makan diperjalanan.

Jam 10.30 kami berangkat dari Segara Anak, kali kita menuju Pelawangan Senaru yang letakanya bersebrangan dengan Pelawangan Sembalun. Iyaa, benar sekali kali kita akan ‘manjat’ lagi kesana. Benar-benar menguji mental dan energi sekali bukan. Treknya pun bukan hanya landai seperti padang savanna sembalun. Trek menyusuri samping tebing-tebing layaknya turun dari Pelawangan Sembalun ke Segara Anak. Batu besar, terjal dan mematikan bagi yang tidak hati-hati.

Sebelum sampai di trek itu kita harus menyusuri pinggir Danau Segara Anak untuk sampai ke jalur Pelawangan Senaru. Selanjutnya tanjakan terjal sudah menanti di depan mata, melihatnya saja gua udah tidak sanggup. Tapi tetap harus kami lalui jika ingin pulang. Tanjakan di atas danau ternyata belum seberapa karena itu hanya puncak bukit yang di atasnya terdapat shelter untuk beristirahat. Di shelter ini kami berhenti cukup lama sambil memakan cemilan dan berbincang dengan beberapa pendaki lainnya.

Dari shelter kami beranjak dari posisi uenak kami kembali melanjutkan perjalanan yang masih panjang. Trek yang dilalui masih berupa bebatuan besar dan terjal yang menyusuri dinding tebing nan curam. Di beberapa titik trek ini lutut dan dagu gua bertemu untuk memanjat batu yang sangat besar sambil mencari pijakan yang tepat. Namun di trek ini juga ada beberapa yang landai meski itu tidak banyak dan hanya untuk hiburan kami untuk mengatur pernapasan.

Trek untuk sampai di Pelawangan Senaru ini buat gua sih paling menantang dan sangat menguras energi. Gua saranin sih untuk teman-teman yang melewati trek ini harus banyak istirahat yang cukup selepas turun puncak ke segara anak. Jujur, energi untuk melewati tanjakan ini hanya sisa-sisa jika gua bisa melangkah lanjut ke depan hanya sebatas semangat yang membara untuk segera turun dan pulang.

Bagian akhir dari trek ini selangkah lagi sampai di Pelawangan Senaru, gua harus memanjat dan melangkah lebih tinggi untuk mencapai pijakan yang tepat. Bahkan bagian akhir ini yang membuat antrian panjang mengular, karena harus bergantian untuk turun maupun naiknya. Sungguh bibir gua menyentuh batu paling atas yang menjadi pijakan terakhir untuk sampai di atas, trek pole pun harus gua lempar dulu ke atas.

Pelawangan Senaru – Pintu Senaru

Memang dibalik usaha yang keras terdapat hasil yang sesuai dengan perjalanannya. Di Pelawangan Senaru hamparan awan putih menyambut gua dengan ketenangan, tidak ada angin kencang dan keindahan pulau Lombok tepampang jelas di depan mata. Jam saat itu menunjukkan pukul 16.00 WIT, yang sudah berada di Pelawangan Senaru ada gua, Bang Doni, Daffa dan Ketua Tim kami. Saat itu kami berempat sempat berdiskusi apakah akan melanjutkan perjalanan atau kita buka tenda disini karena waktu yang sudah sore dan tentu saja mitos yang berada di jalur senaru ini.

Pada saat itu ketua tim kami belum berani memutuskan apakah kita tetap lanjut atau mendirikan tenda disini. Ada beberapa yang menjadi pertimbangan ketua tim untuk memutuskan. Pertama, jika kita mendirikan tenda disini logistic kami sudah tidak mencukupi untuk 7 orang dan persedian air kamu sudah sangat menipis. Jujur saat itu gua sendiri tidak masalah dengan hal itu tapi bagaimana dengan yang lain apa sanggup menahan haus sampai besok?. 

Kedua, jika kita lanjut berjalan otomatis kita akan melakukan perjalanan malam hari di hutan lebat jalur senaru yang terkenal dengan mistisnya di malam hari. Jalan saat malam hari memang sangat beresiko sekali hilang, apalagi treknya tidak begitu jelas dan tidak ada yang hapal trek senaru. 

Dengan pertimbangan yang sama-sama beresiko, ketua tim kami menanyakan dengan pendaki lain yang ingin turun juga. Kebetulan pendaki tersebut berasal dari Lombok dan sudah beberapa kali membawa temannya naik ke Rinjani dan sudah hapal trek sembalun-senaru. Ternyata dia juga sedang menunggu temannya yang masih tertinggal di belakang apa masi sanggup untuk melanjutkan perjalanan. Sembari kami juga menunggu Bang Jai, Mba Nisa dan Sisca. 

Sebenarnya dari Pelawangan Senaru ini turun ke Pintu Senaru itu hanya 2-4 jam perjalanan pendaki normal. Trek yang dilalui memang hanya tinggal turun saja dan sangat landai setelah melewati bukit berbatu dan berdebu (pada saat itu). 

Setelah kami berkumpul dan menceritakan keadaanya dengan beberapa resikonya. Kami akhirnya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan jalur yang landai, kemungkinan besar kita akan sampai di pintu Senaru jam 19.00 saat itu. Keputusan itu mengacu pada bahwa kami ada teman untuk turun bersama ke Pintu Senaru dan itu bersama pendaki yang tadi ketua kami ajak diskusi.

Beranjaklah kami dari Pelawangan Senaru, turun menembus semak-semak dan masuk hutan lebat Taman Nasional Gunung Rinjani. Di perjalanan turun gua bersama dengan Bang Doni dan Daffa mengikuti pendaki lain yang juga ingin turun juga. Namun saat matahari mulai tenggelam kami bertiga berhenti di Pos 3 jalur Senaru untuk menunggu yang lain.

Di pos 3 ini kami bertemu dengan 1 keluarga orang Jepang yang sedang mendirikan tenda ditemani oleh porter dan guidenya. Ya jika kalian turis mancanegara diwajibkan untuk membawa masing-masing 1 porter dan 1 guide. Kami sempat berbincang dengan porter dan guide itu mereka menceritakan mitos yang ada di hutan jalur senaru ini jika kita melanjutkan perjalanan di malam hari. Jujur saat itu mental gua sempat down untuk melanjutkan perjalanan, namun di dalam hati yang terdalam juga ingin cepat sampai pintu senaru.

Jam 18.30, Bang Jai, Mba Nisa dan Ketua Tim akhirnya sampai di pos 3 dengan rombongan pendaki lain yang ingin turun. Sempat kami berkumpul untuk memutuskan lagi tetap lanjut atau mendirikan tenda disini. Lagi-lagi keputusannya tetap lanjut turun sampai ke Pintu Senaru, tapi sebelumnya kami isi perut terlebih dahulu. Ini enaknya bertemu dengan pendaki gunung ‘sebenarnya’ saling membantu, berbincang dan minum kopi bersama.

Kami memasak kopi dan makanan seadanya yang tersisa dari keril kami masing-masing. Alhamdulillah semua logistik yang kita punya cukup untuk mengisi perut dan membantu cacing-cacing di usus tetap hidup. Di pos 3 ini udara dingin sangat menusuk kulit, akhirnya gua memakai jaket untuk menjaga tubuh ini terus hangat. Untungnya guide dan porter disini membuat api unggun untuk menghangatkan badan, gua pun ikut nimbrung dipinggir api sambil mendekatkan tangan ke dekat api.

Setelah perut terisi, membereskan perlengkapan memasak, kami melanjutkan perjalanan dengan bergabung dengan beberapa pendaki lainnya. Ketika sudah jam 19.30, sebelum berangkat rombongan kami tidak lupa berdoa dan pamit dengan guide serta para porter yang ada di pos 3 ini yang dengan baik hati membuatkan kami api unggun.

Malam Panjang di Hutan Senaru

Perjalanan itu dipimpin oleh seorang pendaki yang berasal dari Lombok dan sudah tau seluk beluk trek Senaru. Rombongan kami perlahan mulai menembus gelapnya hutan lebat senaru yang diselimuti penuh dengan cerita mistis. Saat itu rombongan kami kurang lebih terdiri dari belasan pendaki dari beberapa kelompok, bahkan ada pendaki yang tertinggal oleh kelompoknya yang sudah duluan sampai di senaru.

Malam itu hutan mengeluarkan auranya yang sangat mencekam, baru berjalan 20 menit tiba-tiba salah satu pendaki mengeluh kakinya keram dan kami harus berhenti. Rombongan kami berhenti cukup lama di tengah perjalanan menuju pos 2 bahkan beberapa pendaki sempat mematikan lampu senter untuk menghemat baterai. Ketika gelap itu ada beberapa bayangan yang bersembunyi di balik batang pohon yang seakan sedang mengawasi kami semua. Hmm atau itu perasaan gua aj, yang lain bagaimana? Entahlah saat itu gua belum berani untuk mengungkapkannya kepada teman yang ada di sebelah saat itu.

Setelah dikira kaki pendaki tersebut sudah mendingan dan sudah bisa berjalan lanjut jalan lagi. Sampai di pos 2 sekitar jam 11.30, rombongan kami berhenti sejenak untuk istirahat bahkan beberapa pendaki sampai tertidur. Gua sendiri  juga sempat meletakkan keril dan merebahkan badan sambil sedikit memejamkan mata. Lelah sudah mulai terasa di semua pendaki yang ada dirombongan, ketua kami pun sempat berdiskusi lagi dengan leader yang ada dirombongan kami. Tapi menurut cerita yang berada di pos 3 tadi diusahakan jangan sampai kalian buka tenda di Pos 2 karena disitu sering terjadi kejadian mistis. Namun saat itu banyak sekali orang yang membuka tenda bahkan lahan untuk mendirikan hanya tersisa 1 atau 2 saja.

Tidak lama setelah berdiskusi, Ketua Tim balik lagi dan berkata “Ayo Lanjut lagi”. Otomatis badan gua langsung sontak berdiri dan mengambil keril. Teman-teman yang lain pun begitu, padahal sudah PW sekali rebahan di atas pos 2. “kirain akan buka tenda di pos ini” gumamku waktu itu.

Ketika semua pendaki sudah mengatur barisannya lagi sesuai dengan urutannya masing-masing, gua sempat menengok ke belakang. Terlihat sekali wajah-wajah lelah dari rombongan kami yang mungkin sudah capek berjalan lagi. Kami meninggalkan Pos 2 dengan langkah yang sangat berat dan tidak bisa jalan cepat seperti dari Pos 3 ke Pos 2. Langkah kaki sudah tidak bisa diankat lebih tinggi untuk melewati akar pohon yang melintah di tengah-tengah trek. Hanya bisa di’gesrek’ karena sudah saking lelahnya bahkan ada pendaki yang berada di belakang gua sampai tersandung. Hadeeuhh udah pada gak beres nih jalannya.

Jam 00.30 kami tiba di sebuah shelter yang berada setelah pos 2. Shelter disini cukup luas dan hanya ada beberapa tenda yang berdiri, banyak lahan yang bisa digunakan untuk mendirikan tenda. Akhirnya rombongan kami memutuskan untuk berhenti serta membuka 2 tenda disini untuk pendaki perempuan dan pendaki yang memakai celana pendek dan kaos saja. Sisanya tidur beralaskan matras dan beratapkan flysheet yang dibentangkan dari pohon ke pohon. Saat itu gua hanya memakai jaket tipis untuk menghangatkan badan yang sudah sangat lelah ini.

Bisa dibilang malam itu menjadi perjalanan terpanjang yang pernah gua lalui karena ada beberapa kendala yang memaksa kami harus berhenti cukup lama. Biasanya dari Pos 3 ke Pos 2 itu hanya 30 menit perjalanan, tapi ini kami sudah jalan sampai 2 jam lebih baru sampai di shelter pos 2 menuju  pos 1. Sungguh sangat menyiksa menurut gua saat itu.

Di tengah malam ada kejadian membuat gua kesal, pendaki yang ada di samping gua tiba-tiba menggigil dengan sangat hebat ketika angin malam lewat di sela-sela flysheet yang kami dirikan. Bahkan dia sempat berlindung di belakang tubuh gua dengan suara begetar menahan dingin. Bergegas gua langsung bilang ke teman yang ada di kelompoknya untuk meminjamkan sleeping bag yang dipakai untuk melindungi badannya agar tidak terkena hipotermia (Tips agar tidak terkena hipotermia). Tapi jawaban pendaki itu membuat gua kesal.

“ga usah, ga usah. Ini masi ada jaket” ucapnya. Setelah itu gua berusaha untuk tidur kembali, tapi lagi-lagi pendaki itu menggigil di belakang punggung gua. Otomatis gua bangunin lagi temannya untuk meminjamkan sleeping bag-nya. Masih juga bilangnya seperti tadi, udahlah gua lanjut tidur lagi ketika angin lewat badannya masih menggigil dan gua udah bodo amat lah sama anak itu.

Pintu Senaru

Harum udara pagi sudah mulai tercium dari sela-sela flysheet, menandakan hari sudah mulai bersinar kembali. Benar sekali pas gua liat jam, sudah menunjukkan jam 04.30, beberapa pendaki sudah mulai bangun dari tempat tidurnya, bahkan porter dari tenda sebelah sudah mulai menyalakan api untuk memasak. Gua pun langsung bangun dan menyalakan api unggun bekas kelompok yang mendirikan tenda sebelum kami datang semalam. Rombongan kami sudah tidak punya logistik lagi untuk dimasak semua sudah habis sewaktu di Pos 3. Gua saat itu hanya bisa meminum seteguk air yang masih tersisa di dalam botol.

Ketika mentari sudah mulai menampakkan sinarnya, rombongan kami mulai bergegas melipat flysheet, tenda, packing dan lanjut berjalan untuk sampai ke Pintu Senaru. Sambil menunggu, gua menghatkan tubuh dipinggir bara api unggun sisa semalam. Setelah semuanya sudah rapih kami mulai berdoa dan lanjut berjalan meninggalkan shelter.

Jam 09.00 kami sampai juga di Pos Pintu Senaru yang merupakan titik akhir perjalan gua mendaki Gunung Rinjani. Begitu sampai gua langsung menuju warung yang tidak jauh dari pos Senaru. Meletakkan keril, mengambil pisang dan minuman isotonik untuk mengembalikan cairan tubuh. Tegukan pertama menjadi momen yang indah, dimana air dingin terasa sekali mengalir ditenggorokan, membasahi dinding lambung yang sudah tidak ada isinya dari semalam. Saat itu gua menghabiskan 2 pisang dan 2 minuman untuk mengambilan energi yang sudah terkuras habis dari kemarin.

Warung di Pos Senaru ini memiliki harga yang berbeda untuk pendaki Indonesia dengan pendaki luar negeri. Perbedaan harganya Rp 5-10rb, misalnya minuman isotonik gua beli harganya cuma 10rb, tapi klo yang beli orang bule harganya 15rb. Menurut gua itu worth it sih mengingat banyak sekali pendaki luar mendaki rinjani dibandingkan dengan orang lokal kita.

Di Pos Senaru ini kami harus melapor kepada petugas penjaga pos untuk menyerahkan surat registrasi yang diberikan di Pos Sembalun dan menyatakan bahwa semua orang di kelompok kami sudah turun semua dengan selamat. Tidak lupa di Pos Senaru ini rombongan kami berkumpul dan berfoto untuk menjadi kenang-kenangan bersama 😊.

Tidak sampai itu kami berjalan, dari pos senaru kita jalan kembali menuju ke basecamp atau meeting point tempat menunggu mobil jemputan dan jaraknya bisa dibilang lumayan jauh. Hmm tapi tidak apa-apa karena kami sudah mengisi perut dan mengembalikan tenaga yang hilang. Setelah sampai di salah satu basecamp senaru gua membeli beberapa sauvenir gunung  rinjani. Dari basecamp ini kami dijemput mobil yang kami sewa dari bandara, tapi tujuannya bukan untuk kembali ke bandara tapi ke salah satu destinasi wisata kota Lombok yakni pulau Gili Trawangan.


Wednesday, April 8, 2020

Good Vibes in Waterfall Cibereum

AF_moto

Trekking Santai ke Air Terjun Cibereum



Curug kecil disamping curug utama cibereum yang biasanya menjadi tempat bermain air untuk anak-anak balita karena aliran airnya tidak cukup deras.

Trek menuju curug cibereum sampai dengan patok HM 26. Disini banyak sekali ditemui pohon bunga terompet putih yang tumbuh disepanjang trek

Curug Cibereum dengan gagahnya menyemburkan keindahannya di pagi hari ditemani dengan suara gemericik air mengalir disekitarnya

Si ambon berusaha mengabadikan air terjun curug cibereum menggunakan teknik slow motion

Salah satu tempat istirahat favorit para pengunjung curug cibereum

Aliran air dari Curug Cibereum mengalir dengan jernih di sela-sela bebatuan membuat suara alam yang luar biasa


Saturday, January 4, 2020

Atap Tertinggi Jawa 3676 Mdpl Part 3

Celoteh Kata Gua



Cerita sebelumnya... [Part 2]


Tidak bisa tidur nyenyak, itu sudah pasti! Mungkin kegelisahan gua untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di gunung tertinggi di pulau Jawa dan perjalanan menuju puncaknya yang sangat berbahaya. Di saat mata masih tertutup gua mendengar suara para pendaki yang mulai mempersiapkan diri untuk summit. Tak disangka banyak pendaki yang mulai perjalanan menuju puncak mulai dari pukul 21.30 WIB GILA! Sampai segitukah otak para pendaki zaman ini untuk mencapai puncak semeru? Mereka seakan tidak peduli lagi dengan istirahat dan tidur yang cukup, jalur  menuju puncak semeru memang terkenal paling membuat mental para pendaki ‘KO’ trek berdebu dan berpasir adalah ciri khasnya. Ya tapi kan gak gitu juga menurut gua, lebih baik mendapatkan istirahat dan tidur  yang cukup untuk memulai pendakian ke puncak. Menurut bang ipran, dari kalimati ke puncak semeru normalnya memakan waktu sekitar 5-7 jam perjalanan, itu orang normal ya teman-teman… Hahahaa. Kalo diitung-itung kita bisa memulai perjalanan saat tengah malam dan sampai di puncak jam 5-7 pagi, Jadi buat apa kalian jalan jam 21.30? supaya sampai puncak dapat sunrise? Atau supaya bisa tidur di trek puncak semeru yang terkenal dengan tiupan angin malamnya?. Kalo menurut gua sih itu nyiksa diri di ketinggian 2000 mdpl, lebih baik gua istirahat dan tidur cukup supaya bisa langsung jos sampai puncak.

Kriiiinggg…alarm hape berbunyi beberapa teman gua langsung pada bangun untuk memasak atau sekedar memanaskan makanan yang sudah dipersiapkan sebelum tidur tadi. Pas gua liat jam, ternyata pukul 00.30 dengan mata melek setengah sadar gua berusaha bangun dari kantong nyaman yang menyelimuti sekujur tubuh. Gua tidak langsung bangun lalu keluar tenda, tapi berusaha untuk mengumpulkan nyawa dan menahan hawa dingin yang menusuk kulit. Huuuuuh, kalo kalian yang pernah camp di kalimati pasti tau cuaca disana dikala pagi hari, DINGIN CUUYY!! Kira-kira waktu itu suhunya mencapai 5 sampai -2 derajat celcius. Dari dalam tenda gua berusaha keluar dari sleeping bag dan bergerak keluar untuk mempersiapkan diri untuk aklimatisasi suhu di luar. Benar saja, pas gua keluar dari tenda langsung disambut dengan angin semeriwing dan langsung membuat gua bergerak kesana kemari untuk memanaskan tubuh, jika tidak sudah dipastikan gua masuk tenda lagi dan langsung berlindung ke dalam sleeping bag.

Dini hari itu kompor menjadi kutub magnet yang sangat kuat untuk menghangatkan badan. Sambil ‘geratak’ mencari makanan, teh dan kopi hangat yang sudah selesai dimasak oleh mbak nur Haha. Pagi itu gua dan bang ipran meracik sebuah kacang hijau dicampur dengan kuah kopi jahe ditambah serbuk purwaceng yang dikenal sebagai tumbuhan penguat tenaga di daerah wonosobo.

Pukul 01.30 WIB, setelah semua gua dan teman-teman mempersiapkan diri dengan perlengkapan standart pendakian ke puncak semeru, kami tidak lupa berdoa untuk keselamatan kita di perjalanan menuju puncak nanti, berdoa dimulai…
Sebelum berangkat bang ipran sebagai guide kami memberikan pengarahan. Dia bilang, “nanti jalannya jangan cepat-cepat dulu, langkahnya juga kecil-kecil aja untuk menyimpan tenaga saat trek menuju puncak, dan nanti jalannya jangan ada misah dari rombongan ya, mengerti semua?”
Dengan menahan rasa dingin gua dan teman-teman menjawab “mengerti…”
Perjalanan menuju puncak pun dimulai…
Di awal perjalanan langsung disambut dengan trek kerikil-kerikil kecil yang membuat mental gua hampir down. “kok baru jalan sebentar treknya udah begini, gimana di atas y nanti?” gua berucap dalam hati sambil berjalan perlahan dan mengatur pernapasan. Di tengah perjalanan ada beberapa pendaki yang naik dengan cepat dan melewati rombongan kami yang sedang beristirahat sebentar untuk menunggu rombongan yang tertinggal di belakang. Tidak jauh dari tempat gua berhenti, beberapa pendaki yang melewati kami tadi berhenti lalu minum, terlihat dari raut wajah mereka sangat lelah sekali. Tampaknya ini yang dibilang oleh bang ipran saat sebelum berangkat, dimana harus menghemat tenaga sampai dibatas vegetasi atau pos Arcopodo. Di tengah perjalanan bang ipran tiba-tiba menghilang dari pandangan rombongan kami yang mulai terpecah-pecah, gua yang berada di rombongan paling depan berhenti sejenak untuk menunggu para cewe yang berada paling belakang. Hampir sampai di Arcopodo angin bertiup sangat kencang sekali waktu itu, sampai-sampai ketika berhenti sebentar harus berlindung dibalik batang pohon Brrrr...

Ada kejadian aneh ketika kami terpisah dengan bang Ipran di tengah trek menuju Arcopodo. Ada seorang bapak-bapak yang lewat di depan gua dengan menggunakan sebuah sarung ditubuhnya dan berjalan cepat. Teman-teman rombongan gua saat itu sempat bertanya kepada bapak itu
“Apa Arcopodo masih jauh pak?”
“ooh lumayanlah sekitar 15 menit lagi sampai” kata bapak itu
“Makasi pak” jawab temanku
 Dia pun langsung lewat begitu saja, tapi dia berhenti beberapa meter di tempat gua menunggu teman-teman yang lain. Sesekali bapak itu melihat ke arah kami, nengok lagi melihat pemandangan kerlap kerlip lampu kota dibalik pohon. Bapak-bapak itu berdiri lama sebelum kami berangkat kembali setelah rombongan yang di belakang tiba. Tapi bapak pemakai sarung itu lantas tidak langsung meninggalkan kami begitu saja, dia terlihat berjalan sangat pelan mengikuti langkah gua dan rombongan. Gua sempat melihatnya lagi menengok ke belakang untuk mengecek rombongan kami, dan dapat gua pastikan lagi bahwa itu BUKAN bang Ipran!. Bapak itu selalu berada di depan rombongan kami sampai hampir tiba di Arcopodo. Ya hampir sampai Arcopodo! Bapak-bapak bersarung itu tiba-tiba langsung menghilang di depan mata gua. Setelah sampai Arcopodo pun gua sempat mencari-cari bapak tersebut tapi tidak ada, malah gua bertemu dengan bang Ipran yang sudah menunggu lama di Arcopodo dengan memakai sarung di badannya.

NAIK 3 LANGKAH TURUN 2 LANGKAH 

Perjalanan yang sebenarnya dari gunung semeru disinilah tempatnya, tanjakan pasir yang terkenal itu. Di dalam gelapnya malam pasir semeru tidak terlihat sangat berbahaya karena jarak pandang para pendaki yang terbatas seterang lampu headlamp yang kami pakai. Tapi sudut kemiringan menuju puncak mahameru sudah terlihat jelas dari cahaya lampu senter para pendaki yang sudah berjalan duluan namun belum terlihat ada yang sudah sampai puncaknya. Melihat jalur pendakian seperti itu membuat gua hanya bisa berkata “gila tinggi amat” dan langsung bang Ipran memberi perintah untuk melanjutkan perjalan.

Pada pijakan pertama di jalur berpasir semeru disitulah gua merasakan perjuangan menuju puncak mahameru tidak akan mudah. Pijakan pertama sepatu gua yang masuk ke dalam pasir sudah menutupi sebagian tempurung kaki, ketika kaki yang satunya melangkah kaki yang menjadi pijakan langsung masuk ke dalam pasir dan membuat gua harus mengangkat kaki dengan ekstra tenaga. Hmmm tidak cuma begitu saja setiap kita berjalan, kaki yang menjadi penahan akan merosot mengikuti alur pasirnya. Di saat itu gua menyadari bahwa ini yang disebut naik 3 Langkah Turun 2 Langkah!.

Awal jalur dari Arcopodo ini memang pasirnya sangat dalam sekali karena dibawa oleh para pendaki saat mereka turun dari puncak. Awal perjalanan menuju puncak ini memang yang terasa sangat berat, karena kalian akan mengeluarkan energi yang banyak untuk berjalan di atas pasir yang dalam. Saran gua adalah jika ingin menuju ke puncak semeru pakailah geiters untuk melindungi kaki atau sepatu kalian dari pasir. Karena dengan memakai gieters meminimalisr masuknya pasir ke dalam sepatu maupun kaki kalian.

Jalur berpasir di semeru hampir sampai puncak, namun jika di pertengahan menuju puncak ada jalur yang permukaannya keras, biasanya ada di kiri atau kanan jalur. Namun kalian harus berhati-hati karena sudut kemiringan di semeru lumayan curam sekitar 40-60 derajat dan kiri/kanannya langsung jurang.

Ok lanjut, baru seperempat perjalanan teman-teman gua sudah tertinggal jauh. Gua juga beberapa kali berhenti untuk mengambil napas yang sudah lelah berjalan di atas pasir dalam ini sambil meminum air yang gua batasi penggunaanya. Oiya gua pada saat itu paling duluan bersama dengan bocah SMP, tapi di tengah perjalanan dia gua tinggal karena dia kehabisan air dan menunggu kakaknya yang membawa air minum banyak.

Saat itu angin malam yang berhembus sangat kencang, banyak pendaki yang berhenti di tengah jalur, bahkan ada yang tertidur pulas di atas jalur berpasir. Disini gua melihat efek yang ditimbulkan jika kita tidak istirahat dengan cukup saat di kalimati yaitu rasa kantuk yang amat  sangat. Pas gua lagi istirahat di tengah jalur, gua melihat ke bawah untuk mencari teman-teman yang lain yang berada di bawah, ternyata masih ada beberapa teman yang berjuang untuk naik ke atas. Namun ada sesosok pendaki yang gua lihat dia berjalan pelan di atas pasir dengan santai dan menuju tepat di depan gua yang sedang istirahat. Ternyata pendaki tersebut adalah bang Ipran!.

TRIK MELEWATI JALUR BERPASIR DI SEMERU

Ketika bang Ipran tiba di tempat gua beristirahat dia berhenti mengambil air minum yang ada di dalam tasnya. Tidak lama kemudian dia langsung naik lagi sambil ngomong ke gua “Hayo lanjut tinggal dikit lagi, paling sampe puncak jam 5 ini”. Ehh buseet enak banget dia ngomong gitu berasa ga capek kakinya. Tapi gua langsung mengikuti bang Ipran dari belakang dan berusaha mengikuti gerakan langkahnya berjalan di atas pasir. Tapi lama kelamaan kok gua makin jauhnya? Berkata dalam hati, padahal dia jalannya biasa aja ga cepat-cepat banget. Ketika api semangat meredup gua melihat caranya berjalan dan melangkah di atas pasir yang membuat dirinya saat menanjak, kaki yang menjadi pijakan tidak turun lagi. Disitulah kuncinya kenapa dia berjalan pelan tapi pasti, beda dengan gua berjalan pelan tapi kecapean. Gua meliihat caranya itu.

“Kaki bagian belakang menjadi tumpuan atau ‘pacul’ untuk masuk ke dalam pasir diikuti dengan berjalan ke arah depan, nanti telapak kaki bagian depan akan menjadi tumpuan untuk mendapatkan pijakan. Jadi kaki bagian depan tidak akan masuk terlalu dalam ke pasir dan pasir yang dipijak juga tidak akan turun terlalu banyak. Cara seperti itu juga diikuti dengan kaki satunya, jadi akan terasa efeknya dan tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga.”

Melihat cara melangkahnya seperti itu gua langsung mengikutinya dan tidak lama gua langsung merakasan efeknya. Jalan gua pelan tapi berasa naiknya, dari pada cara berjalan konvensional yang menghabiskan banyak tenaga untuk naik satu langkah saja. Teknik tersebut gw lakuin terus sampai di dekat puncak, tapi kadang-kadang gua juga pakai teknik konvensional di beberapa trek Hehe.

Ketika matahari sudah mulai terbit yang berarti sunrise point, saat itu gua sudah seperempat lagi sampai di puncak mahameru, tapi mau dikejar sampai puncak pun tidak akan sampai melihat tenaga gua yang masih tersisa, untuk naik selangkah saja perlu beberapa detik untuk mengumpulkan tenaga. Sunrise kala itu gua nikmati dengan duduk dikemiringan 60 derajat sambil memakan coco croucnh yang dalam bentuk seperti beng-beng. Munculnya sinar mentari di atas trek menuju mahameru menjadi momen yang harus diabadikan dengan kamera dari hp meskipun tidak begitu bagus hasilnya 😊. Sinar matahari membuat seluruh tubuh ini mendapatkan energi baru untuk terus melangkah ke atas yang bentuknya sudah kelihatan, Dengan gaya merangkak gua terus melangkah untuk mencapai puncak semeru.

Jam 08.00

Akhirnya gua sampai juga di puncak para dewa atap tertinggi jawa yaitu Puncak Mahameru. Setelah sampai gua duduk terdiam sebentar sambil melihat alam jawa timur yang mempersona. Hijau dan biru pemandangan yang ada di depan mata ini tidak lupa suara dentuman dan letupan kawah semeru yang memberikan ciri khasnya jika sampai di puncak tertinggi ini. Bersyukur mungkin kata yang tepat ketika gua sampai di atap tertinggi jawa sambil mengeluarkan air yang sudah tidak tertampung di mata ini.

Setelah termenung melihat keindahannya, gua langsung mencari bang ipran yang sudah sampai duluan di puncak untuk meminta air. Tapi, setelah gua berkeliling puncak dan melihat beberapa pendaki lain, ternyata bang ipran tidak ada!. Gua mulai panik ketika tau tidak ada bang ipran di atas puncak, yang ada di dalam pikiran gua pada saat itu adalah menunggu teman-teman yang lain di trek masuk menuju puncak.

Dan benar, tidak lama kemudian muncul mas adjie yang menjadi sweeper rombongan kami pada saat itu. Gua langsung senang sekali akhirnya ada rombongan gua yang sampai puncak dan begitu pun rasa panik yang perlahan menghilang. Ehh tapi kenapa cuma mas adjie? Kn dia sweeper dirombongan kami. Ternyata yang lain sudah berada tidak jauh dari puncak dan tugas sweeper sudah diserahkan ke bang ipran.

Loh kok bang ipran di belakang? Bukannya tadi di depan y?. Pas gua tanya mas adjie, ternyata bang ipran tadi pagi  sudah sampai di puncak terlebih dahulu sekitar jam 05.00, tapi beliau turun kembali untuk menjemput teman-teman yang tertinggal di belakang. LUAR BIASA… dia udah turun terus naik kembali untuk membantu teman-teman yang tertinggal di belakang, Dasar ROBOT! 😊. Sekitar jam 09.15, teman-teman yang lain mulai sampai di puncak, ucapan selamat pun tidak lupa gua berikan ke teman-teman yang lain. Terlihat sekali wajah lelah mereka ketika sampai di puncak mahameru, tidak lama kemudian wajah lelah itu berubah menjadi wajah kegembiraan yang tidak lagi sanggup menahan rasa senang di atap tertinggi jawa. Tetapi tidak semua rombongan kami sampai ke puncak hanya beberapa orang saja dan ternyata topik jg tidak sampai ke puncak dia memilih balik arah kembali ke kalimati.

Di atas semeru gua, mas adjie dan bang ipran memasak air untuk menyeduh kopi dan memasak beberapa perbekalan yang kami bawa dari kalimati. Teman-teman yang lain masih sibuk berfoto-foto ria mengabadikan momen di puncak para dewa. Dentuman dari kawah jonggring saloko beberapa kali mengagetkan gua karena menyemburkan asap yang membumbung tinggi dan jarak antar gua dan kawahnya tidak lebih dari 2 km kalau tidak salah karena di dekat kami terdapat alat pemantau kegempaan di puncak semeru.

Jam 10.00

Setelah menyantap beberapa perbekalan dan foto bersama di atas puncak, kami memutuskan untuk kembali turun. Udara panas yang menyengat menemani perjalanan turun kami ke basecamp kalimati begitu berat, yang terberat tentu saja menahan rasa haus yang tak tertahankan. Kenapa ga minum? Persediaan air gua sudah habis di perjalan naik tadi.

Saran: jika ingin ke puncak semeru pastikan persediaan air kalian terpenuhi baik naik maupun turun ya.

Di beberapa trek perjalanan turun masih ada beberapa pendaki yang mencoba naik untuk sampai ke puncak semeru, bahkan ada beberapa pendaki yang tertidur di trek puncak mahameru! Wah BAHAYA! bisa-bisa tertimpa bebetuan yang jatuh dari atas. Gua dan teman turun gua berusaha untuk bertanya kepada pendaki tersebut apakah di sedang menunggu temannya dari atas puncak atau memang sedang istirahat. Dan ternyata pendaki tengah tertidur lelap di atas pasir puncak semeru. Gua memutuskan untuk meninggalkan pendaki tersebut untuk terus melanjutkan perjalanan turun.

Sedikit lagi sampai di Arcopodo di depan trek turun gua terdapat trek yang terkenal di kalangan para guide semeru yakni trek Blank 75. Trek ini sering menjadi menyesatkan para pendaki yang turun dari puncak mahameru, karna berupa trek berpasir dalam yang menuntun kita ke trek yang berbeda dari kita naik dan sering kali banyak pendaki yang tersesat berhari-hari bahkan tidak sedikit berujung kepada kematian.

Hampir sampai di kalimati ada kejadian horror yang menimpa gua. Berniat hanya ingin mendahului rombongan di depan tapi perasaan gua tiba-tiba aneh. Iseng gua bertanya kepada rombongan tersebut ada masalah apa, karna mereka menghalai trek turun para pendaki. Mereka pun menjelaskan kepada gua ternyata teman cewe mereka gelagatnya terlihat aneh, tubuhnya lemas dan hampir hilang kesadaran. Pas gua lihat cewe itu dia langsung melotot cuy! dan ketika gua turun melewati cewe itu, tiba-tiba cewe itu beranjak dari tempatnya lalu berusaha mengejar gua tapi teman-temannya dengan cepat menahan cewe itu. Melihat kejadian itu gua langsung mengeluarkan jurus seribu langkah untuk meninggalkan rombongan itu. Jujur gua takut terjadi apa-apa ketika melihat gelagat cewe serem cuy.

Jam 12.00

Sampai juga gua di kalimati bertemu dengan teman-teman yang sudah menunggu. Gua langsung mengambil air untuk menahan dehidrasi yang sudah akut ini dan mengambil beberapa cemilan untuk mengganjal rasa lapar. Di basecamp tenda kalimati gua menyempatkan diri untuk rebahan dan memejamkan mata sebentar untuk memberikan hadiah mata ini untuk istirahat sejenak. Sekitar 15 menit beristirahat gua dibangunin untuk menyantap makan siang yang sudah dibuat oleh mbak nur. Tanpa pikir panjang gua langsung mengambil nasi dan lauk yang telah disediakan, tapi entah kenapa gua tidak begitu napsu untuk makan. Pas dipikir lagi, gua harus makan! Meskipun hanya sedikit untuk mendapatkan tenaga balik ke ranu kumbolo.

Habis makan siang, kami langsung berkemas kembali untuk balik camp di ranu kumbolo. GILA.. baru juga turun dari puncak semeru langsung disuruh berkemas kembali dan jalan lagi kurang lebih 5 km ke ranu kumbolo. Benar-benar fisik gua dikuras habis di gunung ini bahkan beberapa kali gua harus berhenti untuk beristirahat karna tenaga gua sudah habis terkuras saat turun dari puncak tadi.

Jam 16.30

Tiba juga gua di ranu kumbolo, dengan suasana sore harinya seperti sebuah misteri, berkabut, gersang dan udara dingin yang menusuk tulang. Sesampainya di ranu kumbolo kami langsung mendirikan tenda untuk menyiapkan makan malam. Disini gua langsung tepar di dalam tenda karna rasa kantuk yang sudah tak tertahankan dan badan sudah berasa tidak lagi fit. Sekitar jm 19.00 gw dibangunin untuk makan malam tapi napsu untuk makan malam rasanya sudah tidak lagi ada yang ada hanya rasa haus dan ngantuk. Meski begitu gua sadar klo gw ga makan kesehatan gua akan lebih menurun lagi dengan rasa dipaksakan akhirnya gua makan dengan sayur dan lauk yang disajikan. Walaupun gua pada malam itu makan tidak banyak, gua rasa cukup untuk mengganjal perut sampai besok pagi. Setelah makan malam gua kembali ke dalam sleeping bag untuk melanjutkan tidur yang tertunda.

AYAK AYAK

Pagi pun tiba, suara alarm handphone teman setenda berdering sangat kencang menyambut sunsire ranu kumbolo. Namun sayang pagi itu sinar mentari yang terbit dari timur tertutup awan mendung menahan cantiknya danau hidup dipagi hari. Walau begitu tidak menghapus kecantikan alam yang ada di bawah bukit cinta ini. Refleski cahaya dari air danau menjadi potret indah untuk wallpaper handphone disambut dengan sinar mentari yang terus meninggi. Kecantikan ranu kumbolo memang membuat para penikmatnya ingin kembali dan terus kembali. Pagi itu juga terasa special banget karena flysheet dan rerumputan di sekitar kita berubah menjadi warna putih. SALJU? Bukan ini hanya embun pagi yang sudah berubah menjadi lapisan es. Kebayangkan gimana dinginnya pagi di ranu kumbolo suhu saat itu mungkin mendekati 0 derajat.

Jam 07.30

Sarapan pagi ini yang tersisa dari logistic rombongan kami hanya mie dan beberapa biskuit untuk perjalanan pulang nanti. Eits sudah pasti ada kopi yang selalu setiap perjalanan yang panjang ini. Kopi mungkin menjadi logistic yang wajib ada untuk setiap perjalanan panjang, karena kopi menjadikan rasa lelah dan keheningan menjadi senyuman 😊. Setelah sarapan dan berfoto-foto gua mulai packing barang-barang dan ternyata barang yang gua bawa pada saat berangkat dan pulang beratnya hampir sama bahkan mungkin lebih berat, karna gua membawa tenda yang masih basah karna embun.

Kemudian setelah semuanya selesai packing barang-barang masing-masing kami siap untuk kembali ke ranu pani. Ehh tiba-tiba bang ipran selaku guide kami memberitahu kalau kita kembali ke ranu pani tidak melewati jalur seperti berangkat, melainkan lewat jalur para masyarakat setempat yakni jalur ayak-ayak. Pemandangan di jalur ini memang sudah tidak diragukan lagi keindahannya, berjalan dipinggir antara perbukitan di tengah savana yang hijau serta luas membuat mata ini takjub akan keindahannya. Dibalik keindahan itu jalur ini menyimpan misteri yang membuat gua geleng-geleng kepala. Di ujung savana indah ini kami dihadapkan dengan trek menanjak lagi. Berbeda dengan jalur utama trek menanjaknya hanya saat naik dari ranu kumbolo dan itu treknya lumayan landai. Tapi di jalur ayak-ayak ini kita harus menanjak melewati satu bukit dengan kemiringan 60-80 derajat. Jalur ini membuat gua beberapa kali harus berhenti untuk istirahat mengumpulkan tenaga untuk melangkah disetiap tanjakannya. Fisik gua sepertinya masih kelelahan akibat turun dari puncak dihari sebelumnya dan kurangnya sarapan tadi pagi. Namun gua harus tetap melangkah sampai puncak bukit di atas sana sudah menunggu buah semangka yang sangat lezat untuk disantap.

Jam 11.00

Setelah selangkah demi selangkah akhirnya gua sampai di puncak bukit dan gua menjadi orang terkhir yang sampai di atas. Langsung taruh keril dan mengambil semangka yang dijejerkan oleh pedagang yang ada di atas bukit. Harga persemangka saat itu Rp 2.500 perpotongnya ada buah lainnya juga seperti melon dan juga aneka macam gorengan yang mereka bawa dari bawah. Di atas bukit itu kami istarahat cukup lama sambil menyantap makanan yang ada sampai kira2 membuat kita punya tenaga untuk melanjutkan perjalanan. Dari puncak bukit ini trek yang dilalui turun sampai ke ranu pani jadi tidak terlalu menguras tenaga. Jalur ini memiliki pemandangan hutan taman nasional gunung semeru yang berada dipunggungan bukit dari jalur ini terlihat hutan di gunung ini masih sangat hijau dan alami. Bahkan sebenarnya jalur ini sering dipakai masyarakat setempat dan petugas kehutanan untuk menjadi jalan pintas evakuasi jika ada pendaki yang mengalami kecelakaan.

Jam 13.30

Tibalah kami di jalur sebuah perkebunan milik warga kampung ranu pani, disini bang ipran memberikan arahan dari pada kita balik ke ranu pani lebih baik kami menunggu perkampungan ini sambil menunggu jeep yang datang. Jadi di jalur percabangan ini kami berpisah dengan bang ipran, dia ke arah ranu pani kami lanjut sampai ke SD ranu pani, dan nanti bang ipran yang akan melapor ke basecamp ranu pani sekaligus menjemput kami di SD ranu pani dengan mambawa jeep sewaan. Di perkampungan ranu pani gua sempat foto-foto sebentar di atas sekaligus menyimpan keindahan perkampungan tersebut dalam sebuah foto. Jujur ketika sampai diperkampungan ini gua udah lapar banget tapi di perkampungan ini tidak ada warung makan yang ada hanya warung sembako. Disini gua hanya membeli minuman untuk menghilangkan rasa haus setelah perjalanan turun tadi. Di perjalanan turun menggunakan jeep ini kami melewati jalan yang sama ketika berangkat dan kami tidak sempat mampir ke coban pelangi untuk bermain air sekaligus bersih-bersih. Kami mengejar jadwal kereta yang sudah mepet sekali.

Ketika sampai tumpang, kami berpisah dengan teman-teman yang dari malang disini mereka pulang ke rumahnya masing-masing sedangkan gua, topik dan teman-temannya melanjutkan ke stasiun malang untuk balik ke Jakarta. Di tumpang kami menyewa angkot untuk sampai di stasiun malang. Dari Tumpang – Stasiun Malang memakan waktu sekitar 1 jam perjalanan di dalam angkot kami malah sibuk berbagi foto antar handphone 😊.

Jam 16.00

Kami tiba di stasiun malang, disini gua berpisah dengan teman-teman topik, dikarenakan kita berbeda kereta. Mereka naik kereta Matarmaja berangkat jam 16.30 sedangkan gua dan topik naik kereta Majapahit yang berangkat jam 18.30. Di stasiun malang gua dan topik masih sempat untuk mandi, bersih-bersih dan solat magrib terlebih dahulu sambil menunggu waktu keberangkatan. Selepas solat magrib gua dan topik langsung masuk ke stasiun malang untuk menunggu kereta yang akan membawa gua kembali ke Jakarta. Di depan pintu pemeriksaan indentitas gua sempat diperiksa oleh petugas stasiun, mereka ingin memastikan bahwa kami tidak membawa tabung gas yang masih ada isinya karena membahayakan jika terjadi kebocoran di dalam gerbong kereta. Setelah diperiksa keril kami aman dan diperbolehkan naik ke peron stasiun. Tidak lama kemudian kereta pun datang untuk membawa kami ke tujuan sebenarnya dari sebuah perjalanan yaitu pulang ke rumah 😊.

❤THE END❤

Monday, June 3, 2019

Atap Tertinggi Jawa 3676 Mdpl Part 2

Celoteh Kata Gua



Cerita sebelumnya... [Part 1]

Pukul 10.00 WIB kami mulai packing kembali untuk melanjutkan pendakian, karena tujuan kami semua bukan hanya sampai Ranu Kumbolo. Selanjutnya gua akan menuju camp site Kalimati yang merupakan camp terakhir tepat di bawah ‘tubuh’ gunung semeru yang menjulang tinggi di tanah jawa.

Tapi perjalanan menuju Kalimati tidak seindah yang dibayangkan, kita harus melewati tanjakan yang sangat fenomenal yang bernama Tanjakan Cinta. Tanjakan ini merupakan celah antara 2 bukit yang mengelilingi Ranu Kumbolo dan tanjakan ini mempunyai mitos yang sangat terkenal di kalangan para pendaki gunung. Mitos tersebut masih ada sampai sekarang, mitosnya adalah “Jika kita melewati tanjakan cinta ini dan tidak menengok ke belakang sampai puncaknya, maka semua doa yang kita ucapkan akan terkabul”.

Tanjakan cinta memang tidak seindah namanya, kita yang melewatinya harus mempunyai tenaga ekstra untuk melewatinya. Karena tanjakan ini mempunyai kemiringan sekitar 50 derajat, jadi dapat dipastikan kaki kita akan cepat lelah untuk menahan berat keril yang kita bawa masing-masing sambil menanjak. Beda ceritanya bagi pendaki yang menyewa porter untuk membawa perlengkapan dan logistic, tentu mereka akan terasa ringan untuk melewati tanjakan ini.

Oiya di Gunung Semeru teman-teman bisa menyewa jasa porter untuk membawa perlengkapan dan logistic dengan harga Rp 250 ribu per harinya (saat itu 2015). Porter disini juga bisa menjadi ‘pawang’ jika ada pendaki yang kerasukan makhluk halus, serta porter disini juga biasanya menjadi tim SAR jika ada pendaki yang hilang di kawasan TNBTS.

Lanjut, setelah berjuang selama kurang lebih 30 menit gua sampai di puncak Tanjakan Cinta. Loh kok lama? Iya karena gua banyak berhenti untuk mengambil napas yang karena beban keril gua bisa mencapai 20 kg lebih!. Yang pernah bawa keril dengan berat 20 kg lebih pasti tau rasanya gimana melewati tanjakan cinta yang fenomenal ini. Sempat berhenti sejenak di puncak untuk melihat pemandangan Ranu Kumbolo dari atas Tanjakan Cinta. Begitu indah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa menciptalan hamparan lukisan alam yang membuat rasa capek dan lelah menjadi sebuah senyuman indah di wajah para penikmat alam. Senyuman itu juga menghapiri gua yang tidak ada habis-habisnya mengagumi keindahan alam Indonesia yang indah ini, sambil memikirkan si dia yang jika suatu hari nanti gua akan mengajaknya untuk melihat tempat indah ini.

Udah selesai melamun, baru jalan beberapa langkah gua melihat lagi pemandangan kedua yang tidak kalah indah dari Ranu Kumbolo, kali ini landscape Oro oro Ombo dan puncak Semeru yang menyita perhatian. Lagi-lagi gua harus berhenti sejenak untuk mengabadikan lukisan alam di tanah Jawa Timur ini seperti di negeri dongeng. Biarpun panas terik menyelimuti kulit ini, terkalahkan hamparan tumbuhan ungu di bawah bukit ini.

Setelah berkumpul kembali gua dan teman-teman melanjutkan perjalanan ke bawah, tapi gua tidak melewati trek turunan curam selepas Tanjakan Cinta, karena menurut gua terlalu akan sangat berbahaya jika dengan beban keril yang sangat berat melewati turunan curam, serta banyak pendaki lain yang melewati turunan itu dengan cara berlari, sehingga menyebabkan debu-debu dan pasir berterbangan. Gua lewat jalur setapak lama yang mengitari sisi kiri bukit, jalur yang sangat sempit jika berpapasan dengan pendaki lain, kita harus mengalah untuk memberikan jalan terlebih dahulu. Biasanya jalur ini dipilih para pendaki yang ingin balik ke arah Ranu Kumbolo, karena jika melewati jalur tengah yang memotong savanna lavender, mereka akan menanjak untuk mencapai puncak Tanjakan Cinta. Memang jalur tengah itu membuat waktu tempuh kita jadi lebih pendek, tapi resikonya kita harus menghadapi trek menanjak.

Di ujung Oro Oro Ombo terdapat pos 5 Cemoro Tunggal, disini banyak pendaki yang beristirahat sejenak untuk memulihkan tenaga yang hilang disengat teriknya mentari hari itu. Di pos Cemoro Tunggal ada warung yang menjual gorengan, semangka, dan melon. Makanan paling favorit di pos ini adalah Semangka, karena buah ini mengandung air yang sangat banyak serta mampu menghilangkan dahaga para pendaki.

Dari pos Cemoro Tunggal ini perjalanan masih lumayan jauh, di tengah perjalanan menuju pos 6 Jambangan gua sempat berhenti lama untuk menunggu teman-teman di yang berada di belakang. Gua juga udah capek banget dan haus sekali karena gua tidak membawa botol minum, karena botol minum gua dibawa oleh topik yang saat itu berada di rombongan belakang. Apa yang gua lakukan jangan ditiru ya, seharusnya setiap pendaki wajib membawa botol minum sendiri-sendiri.

Sambil menunggu gua sempat bertemu dengan beberapa pendaki dari rombongan lain dan sempat ngobrol sedikit asalnya dari mana serta tentang gunung mana saja yang pernah di daki sebelumnya. Mungkin ‘obrolan’ terhadap pendaki lain sudah mulai terkikis di jaman ini, karena banyak sekali pendaki yang asik mengobrol hanya dengan rombongannya sendiri. Padahal obrolan antar pendaki lain bisa menjadi cerita tersendiri bagi kita, apalagi ditambah cerita mistisnya yang makin membuat penasaran.

5 CM
Hal Pukul 15.00 WIB gua sampai di pos 6 Jambangan, dari pos ini tinggal hanya 15 menit lagi untuk sampai di pos Kalimati. Di Jambangan kita bisa melihat ‘gagah’nya puncak Mahameru dari dekat sambil kita mengabadikannya lewat kamera hape. Disini gua berhenti cukup lama untuk menunggu teman-teman lainnya dan gua ditemani oleh wahid dan bocah SMP (Lupa namanya) yang ikut dengan rombongan kita. Sebelumnya bocah SMP ini tidak bergabung dengan rombongan kita, tapi saat di Ranu Kumbolo, dia dan kakaknya kenal dengan salah satu teman dari rombongan kami. Kerennya, mereka melakukan pendakian ke Gunung Semeru cuma berdua!.

Sambil menunggu, gua sempat bertanya kepada bocah SMP ini.
Gua : “Lo tinggal dimana?”
“Kelapa Gading bang”
Gua: masih sekolah?
Masih
Gua: “Kelas berapa?”
“Kelas 2 SMP”
Gua: “Kenapa mau ikut naik gunung, sama kakak lo?”
“Karena diajak sama kakak gua ke semeru, yaudah gw ikut aja”
“lagi juga gua pernah nonton film 5 cm, bagus banget liat pemandangan Ranu Kumbolo, dan kayaknya enak gitu naek gunung, jadi pengen coba deh”
Gua: “udah berapa kali naik gunung?”
“Baru kali ini bang, sebelumnya paling acara pramuka kemah dimana gitu”
Gua: “Oooo… (dalam hati mah, buset ni bocah nekat banget naik gunung tanpa tau apa-apa)”.
Mendengar jawabannya itu gua hanya bisa geleng-geleng kepala, memang karena film 5 cm yang begitu meledak di perfilman Indonesia banyak sekali pendaki pemula yang datang ke Gunung Semeru ini tanpa mengetahui Standart Operasional Pendakian (SOP) bahkan perlengkapan pendakiannya juga tidak terlalu lengkap.
SOP di gunung semeru memang tidak sama dengan gunung-gunung lainnya, karena disini resikonya jauh lebih besar jika kita tidak tau medan yang akan dilalui di gunung ini, apalagi trek menuju puncaknya yang banyak sekali memakan korban, baik itu yang meninggal dunia, maupun yang tersasar.

Tapi saat ini SOP TNBTS sudah sangat ketat sekali, ada beberapa barang sudah tidak boleh lagi dibawa saat pendakian di gunung semeru, seperti Tisu Basah, Speaker Bluetooth, Drone, hingga pembatasan Botol Air Kemasan. SOP tersebut dibuat karena banyak pendaki nakal yang tidak bertanggung jawab atas perbuatannya yang bisa merusak ekosistem di TNBTS, terutama soal sampah.
Jika kalian ingin tau lebih lengkap tentang SOP TNBTS kalian bisa membaca tulisan gua DISINI.



CAMPSITE KALIMATI
Setelah kurang lebih 30 menit menunggu, gua memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju Kalimati, toh disana sudah ada guide kami Bang Ipran yang sudah sampai duluan disana untuk mendirikan tenda. Tapi, setelah sampai di Kalimati gua mencari bang Ipran diantara banyaknya tenda yang sudah berdiri lengkap dengan warna-warninya. Gua, wahid dan bocah SMP itu bolak-balik mencari bang Ipran yang entah dimana ia mendirikan tenda. Namun akhirnya gua menemukan bang Ipran, ternyata ia mendirikan tenda di tempat lain sendiri. Kalo pendaki lain mendirikan tenda dekat jalan masuk menuju puncak Semeru, tapi bang Ipran memilih di sebrang jalan masuk (deretan toilet seng) yang view nya kita bisa melihat puncak Mahameru. Di situ rombongan tenda kami berdiri sendiri bahkan di kanan kiri kami tidak ada tenda pendaki lain sama sekali.

Ada sebuah alasan kenapa bang Ipran memilih tempat itu untuk mendirikan tenda.  Pertama adalah supaya kami jauh dari suara ‘berisik’ dari tenda tetangga. Kedua, supaya kami bisa tidur pulas sebelum tengah malamnya kita bangun untuk summit. Ketiga, supaya jika kita ingin buang air tidak terlalu berjalan jauh dari tenda dan tidak harus menahan nafas karena bau pesing yang menyengat. Namun untuk mendirikan tenda di tempat itu ada resikonya yakni langsung terkena angin, karena tidak ada pepohonan yang menghalangi tenda kami, berbeda dengan tenda-tenda yang ada di dekat bangunan pos Kalimati, tertutup dengan rimbunnya pepohonan.

Oiya gua sampe di Kalimati sekitar jam 15.00 WIB, karena sudah banyak tenda yang berdiri saat itu. Sampai di tenda gua langsung istirahat sebentar untuk minum dan meluruskan kaki yang pegal sekali. Tiba-tiba bang Ipran menyuruh kami untuk mengambil air di Sumber Mani Kalimati yang letaknya lumayan jauh dari tempat kami mendirikan tenda. Sumber Mani merupakan sumber air satu-satunya yang ada di Kalimati. Lokasi untuk mencapai Sumber Mani lumayan terjal dan licin, jika kita menuju kesana treknya hanya turun, tapi jika kita kembali ke arah camp site / tenda treknya akan berubah menjadi menanjak, itu akan menjadi masalah tersendiri jika kita hanya sendiri mengambil air.

Sebaiknnya jika teman-teman ingin mengambil air di Sumber Mani pastikan kalian jalan berdua atau lebih. Bagi teman-teman yang sudah pernah ambil air di Sumber Mani pasti tau gimana susahnya membawa derijen dan botol untuk naik. Satu lagi, pastikan jika kalian ingin mengambil di Sumber Mani jangan mendekati waktu gelap/magrib, karena di TNBTS masih banyak binatang nocturnal atau binatang yang keluar untuk mencari makan pada malam hari.

Di Sumber Mani ada beberapa mata air yang keluar, mulai dari yang besar sampai mata air kecil yang letaknya tidak jauh dari sumber mani yang biasa diambil oleh para pendaki. Mata air disini sangat bersih dan enak untuk diminum, tapi tak jarang di dekat lokasi mata air banyak terdapat ‘ranjau darat’  para pendaki, yang malas untuk mencari tempat yang jauh dari air atau masuk ke dalam hutan.

Usai mengambil air dari Sumber Mani yang saat itu langit sudah mulai gelap, gua cepat-cepat untuk kembali ke camp site kalimati. Saat itu air yang gua bawa lumayan banyak sekitar 6 botol air ukuran 1500 ml yang diikat dengan tali rapia untuk memudahkan mengangkatnya, kalian yang pernah melihat para pendaki yang turun gunung lalu membawa botol kosong yang diikat di belakang carierr, begitulah bentuknya. Selama perjalanan kembali kembali ke kalimati, masi ada beberapa pendaki yang datang untuk mengambil air, kebanyakan dari mereka adalah para porter yang sudah biasa mengambil air disana.

Sampai tenda, gua langsung memberikan air itu ‘para juru masak’ untuk diolah menjadi makanan atau minuman yang enak untuk dinikmati di bawah puncak mahameru yang melihat dari atas sana. Pada malam itu kami juga mempersiapkan makanan untuk ‘pengganjal’ perut pagi dini hari nanti kami menuju puncak mahameru. Oiya sebenarnya bang ipran telah memberitahukan kepada kami untuk bisa tidur di jam 19.00, karena dini hari nanti sekitar jam 01.00 kami dijadwalkan untuk memulai perjalanan menuju puncak gunung semeru. Mendengar hal itu, setelah makanan telah matang, teman-teman langsung cepat mengambil dan menghabiskan makan malamnya dan langsung cepat-cepat tidur untuk mempersiapkan stamina dini hari nanti.


Sementara itu, ada beberapa dari rombongan kami yang tidak ikut muncak, karena faktor fisik dan umur Hehehee. Saat itu kalau tidak salah yang tidak ikut muncak itu mbak nur dan mas gogik, mereka berdua bertugas mempersiapkan masakan dan menjaga tenda. Bisa dibilang mereka berdua adalah pendaki paling senior diantara rombongan kami dan sudah sering bolak-balik ke semeru. Usai makan malam gua sempatkan untuk melihat puncak semeru sekali lagi yang terpampang gagah tepat di depan tenda dan dalam hati gua bilang “pasti gua bisa sampe sana!” . sekitar pukul 20.00 gua mulai masuk tenda dan sleeping bag, siapkan fisik untuk menggapai puncak semeru dini hari nanti!.

To Be Continue.... [Part 3]