Celoteh Kata Gua
Sampah plastik sudah menjadi bencana bagi lautan yang luas, tidak semua negara mampu menampung, mengurai dan mendaur ulang sampah-sampah tersebut. Yang terjadi saat ini banyak negara berkembang yang menjadi 'penyuplai' sampah plastik di lautan, salah satunya tentu saja negara kita tercinta ini Indonesia. Tapi seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan
masalah polusi plastik, banyak negara di dunia mulai menerapkan larangan akan
produk-produk tertentu. Larangan tersebut tidak hanya dapat membantu mencegah
masuknya plastik ke ekosistem laut, namun juga menjadi jawaban atas mitos bahwa
kita bisa lari dari masalah tersebut.
Dari 8,3 miliar ton plastik
yang di produksi antara tahun 1950 dan 2015, hanya sembilan persen dari jumlah
tersebut yang berhasil didaur ulang. Kebanyakan produk plastik yang diproduksi
sebenarnya tidak bisa didaur ulang.
DW mengkaji beberapa
larangan-larangan baru yang bisa menanggulangi masalah polusi plastik.
Uni Eropa: Plastik sekali pakai
Merujuk kepada hasil suara
di parlemen Eropa bulan Maret lalu, peralatan makan, gelas, piring plastik dan
korek kuping masuk ke dalam kategori produk-produk plastik sekali pakai yang
dilarang. Larangan tersebut dilandasi oleh peraturan Uni Eropa mengenai plastik
sekali pakai dan memiliki tujuan untuk mengatasi masalah limbah laut yang
disebabkan oleh sepuluh produk plastik yang sering ditemukan di pantai-pantai
Eropa. Implementasi larangan ini akan dimulai pada tahun 2021.
Berdasarkan data World Wide Fund
for Nature (WWF) ada 570,000 ton sampah plastik yang mendarat di Laut Tengah
setiap tahun. Hal tersebut juga setara dengan membuang 33.800 botol plastik ke
dalam laut setiap menitnya.
Larangan akan plastik sekali
pakai adalah bagian dari strategi Uni Eropa perihal plastik yang akan mematikan
bahwa semua kemasan plastik dapat digunakan kembali atau didaur ulang pada
tahun 2030. Meski larangan tersebut tidak mencakup kantong dan botol plastik,
Uni Eropa mengatakan bahwa mereka akan mengatasi isu seputar botol plastik
secara terpisah dan bermaksud untuk mengumpulkan dan mendaur ulang 90% botol
plastik selama sepuluh tahun kedepan.
Vanatu: Larangan popok pertama di dunia
Vanuatu, sebuah negara pulau
Pasifik sudah mulai merasakan dampak dari krisis iklim yang disebabkan oleh
naiknya air laut. Selain itu, mereka juga merasa terbebani dengan masalah
limbah plastik. Pada bulan Juli 2018 Vanuatu telah menerapkan larangan keras
terhadap kantong plastik, sedotan, dan kemasan polyestrene. Tahun ini mereka
memperluas cakupan larangan tersebut, yakni termasuk piring plastik, gelas,
stirrer dan kemasan makanan. Negara kepulauan ini juga sekarang menerapkan
larangan atas popok, yang boleh jadi belum pernah diterapkan dimana-mana.
Popok sekali pakai terbuat
dari kombinasi plastik dan bubur kayu yang kemudian dapat bertahan di tempat
pembuangan akhir selama beberapa ratus tahun. "Vanuatu menjaga masa
depannya. Cepat atau lambat plastik akan berujung di perairan dan berakhir juga
di rantai makanan," ujar Mike Mauvakalo, anggota Departemen Luar Negeri
setelah pengumuman mengenai larangan tersebut dikemukakan di bulan Juni.
Mengingat bahwa lahan pembuangan sampah berkurang, orang tua dipaksa untuk
menggunakan popok kain yang bisa dicuci kembali, sebagaimana halnya di masa lalu.
Kanada: Botol, tas dan lain-lain
Perdana menteri Kanada,
Justin Trudeau mengatakan bahwa keputusannya atas larangan penggunaan plastik
sekali pakai bulan ini terinspirasi langsung oleh parlemen Uni Eropa. Larangan
tersebut akan berlaku mulai tahun 2021 dan memiliki cakupan yang lebih luas
dibandingkan dengan larangan Uni Eropa, yaitu termasuk larangan atas kantong
belanja dan botol air. Kanada menaksir bahwa konsumsi kantong plastik mereka
mencapai 15 miliar per tahun dan 57 juta sedotan plastik setiap harinya, namun
kurang dari sepuluh persen konsumsi plastik tersebut telah didaur ulang.
Trudeau menaruh fokus kepada
limbah plastik yang terdapat di garis kepantaian Kanada, yang membentang
sekitar 202.000 kilometer dan terpanjang di dunia. "Tidak mudah untuk
menjelaskan hal ini kepada anak-anak saya. Bagaimana saya bisa menjelaskan
tentang ikan paus di berbagai pantai di dunia yang mati karena perutnya
dipenuhi oleh kantong plastik?" tutur Trudeau. Ia pun menambahkan bahwa
plastik dapat ditemukan di titik terdalam Samudera Pasifik.
Bali: Bye bye plastic bags
Bye Bye Plastic Bags adalah
sebuah organisasi yang didirikan oleh kakak-beradik remaja Melati dan Isabel
Wijsen pada tahun 2013 yang membantu dalam melobi pihak berwenang di Bali untuk
mengeluarkan larangan terhadap pemakaian plastik sekali pakai bulan ini.
Peraturan baru tersebut disambut oleh para pemuda pendukung gerakan bebas
plastik lokal yang menyaksikan bagaimana pantai mereka yang indah tercemar oleh
sampah plastik. Melati mendeskripsikan situasi tersebut sebagai "Surga
yang hilang. Bali: Pulau yang dipenuhi sampah" dalam ceritanya pada acara
acara TED Talk.
"Pasar swalayan dan
rumah makan di Bali sudah mulai berubah dengan penggunaan kemasan
tradisional." tutur Bye Bye Plastic Bags setelah larangan tersebut
diimplementasikan. "Apakah kalian sudah melihat bungkus daun pisang yang
sekarang digunakan?"
Peraturan tersebut akan
diimplementasikan melalui pedesaan lokal dan hukum adat, serta membentuk
Rencana Aksi Nasional Indonesia untuk menanggulangi limbah plastik maritim agar
mengurangi plastik di lautan sampai 70% di tahun 2025.
Tanzania: Pengguna plastik didenda atau menjalani hukuman
Tanzania menjadi negara
berikutnya di antara negara-negara Afrika setelah Kenya, Rwanda, Uganda, Sudan
Selatan dan Tunisia, yang mengimplementasikan larangan penggunaan plastik
sekali pakai dan menghukum pencemar individual. Larangan baru tersebut
tergolong keras, seperti milik negara-negara tetangga lainnya, dimana para
penjual dan produsen plastik bisa menghadapi hukuman sampai dua tahun penjara
atau denda sebesar €357.000. Sedangkan orang-orang yang menggunakan plastik
mendapatkan denda yang lebih ringan.
Upaya pengurangan penggunaan
plastik yang tidak bisa diurai tidak hanya berlaku dalam tahap produksi, impor,
perdagangan dan penggunaan segala bentuk plastik sekali pakai. Wisatawan juga
diminta untuk menyerahkan kantong plastik serupa sebelum mereka memasuki negara
yang terkenal dengan obyek wisatanya, gunung Kilimanjaro. "Kami
senang," tutur direktur WWF Tanzania setelah larangan tersebut diterapkan.
"Butuh waktu lebih dari 100 tahun agar sebuah plastik bisa terurai."
Pada tahun 2020 ibu kota tercinta ini akan menerbitkan peraturan tentang penggunaan kantong plastik sekali pakai. Peraturan ini kemungkinan akan diterapkan pada bulan Maret mendatang, tapi premprov dki jakarta lebih difokuskan pada pedagang pasar dan supermarket. Tapi tidak menutup kemungkinan jika peraturan ini berhasil akan berkembang ke pedagang kaki lima. Dengan adanya peraturan tersebut akan mengurangi sampah plastik yang terbuang ke laut. Kita tunggu saja apakah peraturan ini bisa diterima oleh masyarakat atau tidak.
Semoga bermanfaat 😁😁😁
sumber : detik.com
0 comments:
Tulis komentar yang baik-baik, supaya komentar Anda bermanfaat bagi banyak orang. Terima Kasih :)